Senin, 22 April 2013

Tawassul


Pertanyaan
budi2002

 
Tanya tentang tawasul ? - 2005/10/23 22:39
Asalamualaikum Ustad, saya mau bertanya seputar tawasul.
1. Apa pengertian tawasul ?
2. Kenapa ada sebagian orang ada yang menganggap ini bid'ah dan sebagian lagi tidak.
3. Apakah Rasul SAW atau sahabat2 sendiri mencontohkan tentang tawasul ini ?
terima kasih sebelumnya atas jawabannya.


munzir

 
Re:Tanya tentang tawasul ? - 2005/10/25 11:54
Alaikum salam warahmatullah,

Memang banyak pemahaman saudara saudara kita muslimin yg perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang orang mukmin.

Tawassul merupakan hal yg sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma’ Sahabat radhiyallahu’anhum, tak pula oleh Tabi’in, dan bahkan para Ulama dan Imam Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yg menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yg mengamalkannya.

Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 19-20 ini, dengan munculnya sekte sesat yg memusyrikkan orang orang yg bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits shahih dibawah ini : “Wahai Allah, Demi orang orang yg berdoa kepada Mu, demi orang orang yg bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sum’ah, …. hingga akhir hadits.” (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Na’iem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih).

Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.

Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul kepada orang orang yg berdoa kepada Allah, lalu kepada orang orang yg bersemangat kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku ini kepada keridhoan Mu).

Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits yg sudah hafal 100.000 (seratus ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya.

Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits.., apakah kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yg baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang orang yg dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, adalah orang yg bukan pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yg beramal dg landasan hadits shahih.

Masih banyak hadits lain yg menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits yg dikeluarkan oleh Abu Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : “Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjahnya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelumku, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang."

jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yg telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).

Para Imam Imam besar itu tak satupun mengharamkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yg memusyrikkan orang yg bertawassul, padahal Rasul saw sendiri bertawassul. Apakah mereka memusyrikkan Rasul saw?, Naudzubillah dari pemahaman sesat ini,

mengenai pendapat sebagian dari mereka yg mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada orang yg masih hidup, maka entah darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan mereka mengatakan bahwa orang yg sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi..,

pendapat yg jelas jelas datang dari pemahaman yg sangat dangkal, dan pemikiran yg sangat buta terhadap kesucian tauhid..

jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu makhlukpun dapat memberi manfaat dan mudharrat terkecuali dengan izin Allah, lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yg mati mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka?

Tak ada perbedaan dari yg hidup dan yg mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah.., yg hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dg izin Allah, dan yg mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan Allah atas orang yg mati adalah kekufuran yg jelas.

ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yg hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah, yg telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Kudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.

contoh lebih mudah, anda ingin melamar pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang tetangga anda yg telah wafat adalah abdi setianya yg selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu, anda berkata : "Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan, (atau), atau demi kasih sayang tuan padanya..".

nah.. bukankah ini mengambil manfaat dari orang yg telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh yg mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat??,

jelas jelas saudagar akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yg ia cintai, walau sudah wafat, pun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahmaan Arrahiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni??
dan tetangga anda yg telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda pd si saudagar, NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YG TELAH WAFAT,
aduh...aduh... entah apa yg membuat pemikiran mereka sempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini.
Firman Allah : "MEREKA ITU TULI, BISU DAN BUTA DAN TAK MAU KEMBALI PD KEBENARAN" (QS Albaqarah-18)

Wahai Allah beri hidayah pada kaumku, sungguh mereka tak mengetahui.
  Pertanyaan

budi2002

 
Re:Tanya tentang tawasul ? - 2005/10/25 23:55
Kalau memang demikian, semisal saya sedang ada kesulitan dalam menghadapi suatu ujian, atau sedang ada kesulitan ekonomi, dll, lalu saya mendatangi makam orang soleh & meminta kepada Allah SWT dengan perantara orang soleh tersebut untuk dimudahkan segala usaha saya, apakah boleh saya melakukan hal yang demikian ustad ?

Kalau hal tersebut diperbolehkan, lalu bagaimana cara melakukan tawasul yang benar agar jangan sampai saya terjebak kedalam sifat syirik, sebab saya sering sekali melihat tayangan di TV orang-orang yang datang ke kuburan para wali Allah (seperti wali songo contohnya) mereka   ada yang membakar kemeyan di sana, bersemedi, dan juga entah ritual2 apa lagi yang mereka lakukan di pemakaman tersebut (apakah cara2 tersebut dibenarkan?).

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawabannya.
  Jawaban

munzir

 
Re:Tanya tentang tawasul ? - 2005/10/27 18:31

Berdoa, atau bertawasul, atau berdzikir, itu dimana saja, boleh tawassul dari rumah, atau di kamar, atau di masjid, atau di kuburan, atau dimana saja, pastilah mungkin hati kita yg sudah tertular virus sekte sesat ini akan langsung Alergi bila mendengar? DOA DI KUBURAN?, ketahuilah berdoa di kuburan pun sunnah Rasul saw, beliau berdoa di Pekuburan Baqii’, dan berkali kali beliau saw melakukannya. Dan Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan Salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..? (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yg terdahulu dan yang akan datang, dan Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian)” (Shahih Muslim Bab 35 hadits no 974.975,976. *3 hadits dalam makna yg sama) 
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasul saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang bincang dg ucapan (Sungguh Kami Insya Allah akan menyusul kalian).

Demikian pula tawassul, karena tawassul adalah doa kepada Allah, bila anda menuju makam untuk berziarah, berdoalah kepada Allah, misalnya anda berdoa sebagaimana doa Rasul saw : Wahai Allah, Demi orang orang yg bermunajat pada Mu, Demi orang orang yg Bersemangat kepada keridhoan Mu, Demi langkahku ini, atau dengan tawassul menyebut nama sebagaimana Rasul saw menyebut Demi para Nabi sebelumku.. atau misalnya Wahai Allah, Demi Ahlul Badr, atau Demi Muhajirin dan Anshar, atau Demi Ruku dan Sujudnya para wali Mu, atau menyebut nama mereka sebagaimana Rasul saw menyebut nama para malaikat.
Toh doa doa ini kepada Allah, berperantarakan ketaatan para hamba hamba Nya,

Anda ingat peristiwa Adam as, mengapa malaikat diperintahkan sujud pada makhluk?, karena para malaikat itu sujud pada Adam as bukan menyembah Adam as, tetapi menyembah Allah.. karena jutsru sujud pada Adam itu adalah ketaatan, namun apa yg dilakukan Iblis, pada dasarnya Iblis hanya ingin sujud kepada Allah semata, tak mau memuliakan makhluk yg dimuliakan Allah, dan jatuhlah ia kepada Laknat Allah, maka orang yg tak mau memuliakan orang yg dimuliakan Allah swt adalah para pengikut Iblis, naudzubillahi min dzalik.

Wahai saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yg berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau ada yg lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yg sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik.

Mereka yg berkemenyan, sajen dlsb itu, tetap tak mungkin kita pastikan mereka musyrik, karena kita tak tahu isi hatinya, sebagaimana Rasul saw murka kepada Usamah bin Zeyd ra yg membunuh seorang pimpinan Laskar Kafir yg telah terjatuh pedangnya, lalu dengan wajah tak serius ia mengucap syahadat, lalu Usamah membunuhnya, ah? betapa murkanya Rasul saw saat mendengar kabar itu.., seraya bersabda : (APAKAH KAU MEMBUNUHNYA PADAHAL IA MENGATAKAN LAA ILAAHA ILLALLAH..?!!), lalu Usamah ra berkata: “Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri Wahai Rasulullah..”, maka beliau saw bangkit dari duduknya dg wajah merah padam dan membentak : “APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!”, lalu Rasul saw maju mendekati Usamah dan mengulangi ucapannya : “APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!”, Usamah ra mundur dan Rasul saw terus mengulanginya : “APAKAH KAU BELAH SANUBARINYA HINGGA KAU TAHU ISI HATINYA??!!!”, hingga Usamah ra berkata : Demi Allah dengan peristiwa ini aku merasa alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini..(maksudnya tak pernah berbuat kesalahan seperti ini dalam keislamanku). (Shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yg sama no.159)
Dan juga dari peristiwa yg sama dg riwayat yg lain, bahwa Usamah bin Zeyd ra membunuh seorang kafir yg kejam setelah kafir jahat itu mengucap Laa Ilaaha Illallah, maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya : “MENGAPA KAU MEMBUNUHNYA..?!”, Usamah menjawab : “Yaa Rasulullah, ia telah membunuh fulan dan fulan, dan membantai muslimin, lalu saat kuangkat pedangku kewajahnya maka ia mengatakan Laa Ilaaha illallah..”, lalu Rasul saw menjawab : “LALU KAU MEMBUNUHNYA..?!!”, Usamah ra menjawab : “benar”, maka Rasulullah saw berkata : “APA YG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!”, maka Usamah berkata : “Mohonkan pengampunan bagiku Wahai Rasulullah?”, Rasul saw menjawab dengan ucapan yg sama : “APA YG AKAN KAU PERBUAT DENGAN LAA ILAAHA ILLLALLAH BILA TELAH DATANG HARI KIAMAT..?!!!”, dan beliau terus mengulang ulangnya.. (Shahih Muslim Bab 41 no.160)

Kita tak bisa menilai orang yg berbuat apapun dengan tuduhan syirik, dia berkomat kamit dengan sajen dan mandi sumur tujuh rupa dan segala macam kebiasaan orang kafir lainnya, ini merupakan dosa besar, dan Bid’ah munkarah yg dimurkai Allah swt, namun tak mungkin kita mengatakannya musyrik hanya karena melihat perbuatannya, kecuali ia ber ikrar dengan lidahnya.

Satu contoh, seorang muslim sebelum shalat ia mandi air kembang, lalu menaruh keris di pinggangnya, lalu ia shalat, musyrikkah ia?,

dan orang lain mandi dengan sabun Lux, lalu menaruh pistol dipinggangnya, lalu shalat, musyrikkah dia?,
kesimpulannya adalah, tidak ada kalimat musyrik bisa dituduhkan kepada siapapun terkecuali dengan kesaksian lidahnya.

Hati hatilah dengan ucapan syirik, bila seseorang muslim lalu musyrik, maka pernikahannya batal, istrinya haram dikumpulinya, jima dengan istri terhitung zina, anaknya tak bernasab padanya, kewaliannya atas putrinya tidak sah, dan bila keluarganya wafat ia tak mewarisi dan bila ia wafat tak pula diwarisi, ia diharamkan shalat, diharamkan dikuburkan di pekuburan muslimin.

Saran saya, berziarahlah kubur bila anda berkenan, dan palingkan pandangan dan sangka buruk dari mereka yg bertaburan menyan dan kembang dlsb, jangan sesekali menuduh mereka musyrik, mungkin hati mereka musyrik, tapi kita dimurkai Rasul saw bila menuduhnya.

bila anda selesai berziarah, ada baiknya anda menyalami mereka dan dengan senyum hangat anda memberi mereka hadiah Al Qur?an, dan katakanlah : “Wahai Tuan, para Sunan dan wali songo itu mempunyai kesenangan dan kegemaran, dan mereka akan senang bila Tuan mengamalkan kegemaran dan amal mereka”, pastilah serta merta mereka akan bertanya dg sigap..apakah kegemaran mereka??!!, jawablah dengan lembut dan berwibawa : “Mereka siang malamnya asyik dengan Al Qur’an.. pasti Tuan akan disayangi mereka bahkan disayang Allah bila asyik membaca Al Qur’an, Nah..ini saya hadiahkan pada tuan, barang yg paling disayangi oleh Para Wali dan Sunan?.

DAN HAMBA HAMBA ARRAHMAN (ALLAH SWT) YANG BERJALAN DIMUKA BUMI DENGAN RENDAH DIRI, (tidak sombong), DAN BILA MEREKA DIAJAK BICARA (dicaci, atau di bentak) OLEH ORANG ORANG JAHIL, MAKA MEREKA MENJAWABNYA DENGAN LEMBUT? (Alfurqan-63).
Wallahu a?lam.

handlight

 
Re:Tanya tentang tawasul ? - 2005/11/27 20:47

Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la`nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. [QS. Al-Baqarah: 89]

Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang Yahudi sebelum Nabi Muhammad lahir, yang mereka bertawassul dengan Nabi akhir zaman agar dimenangkan terhadap orang-orang kafir. Akan tetapi ketika Nabi tersebut telah dibangkitkan, mereka ingkar kepadanya. Kemudian tersebut dalam kitab hadits:

Bahwasanya Nabi SAW pernah berdo’a dengan mengatakan, “Dengan haq Nabi-Mu dan Nabi-Nabi sebelum aku.? [HR. Imam Thabrani]

Dari Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Rabbku, aku memohon kepada-Mu dengan haq Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau mengampuniku.” Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana kamu mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya (sebagai manusia) ?” Adam menjawab: “Wahai Rabbku, tatkala Engkau menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke dalam diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas kaki-kaki arsy tertulis “Laa Ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah” sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam Nama-Mu kecuali makhluq yang paling Engkau cintai.” Lalu Allah Berfirman: “Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluq yang paling Aku cintai, berdoalah kepadaku dengan haq dia, maka sungguh Aku Mengampunimu. Sekiranya tidak ada Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu.” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan beliau mengatakan shahih. Juga Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu Taimiyah mengutipnya dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau menggunakannya sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]

Dari Abu Sa’id Al-Khudry ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk shalat, lalu membaca: “Yaa Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan haq orang-orang yang memohon kepada-Mu dan dengan haq perjalananku ini, karena aku tidak keluar dalam keadaan kufur ni’mat, sombong, riya`, atau pun sum’ah, tapi aku keluar karena takut murka-Mu dan karena mencari ridha-Mu, karena itu aku mohon kepada-Mu kiranya Engkau memelihara aku dari neraka dan mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.” Maka Allah menghadap dengan wajah-Nya dan tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampunan untuknya.? [Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nataaijul Afkar berkata: Hadits ini adalah hasan, dikeluarkan oleh Ahmad ibnu Khuzaimah dalam kitab At-Tauhid, Abu Naim dan Ibnus Sunni.]

Dalam hadits di atas dikatakan bahwa Rasul bertawassul dengan orang yang berdoa kepada Allah, bukan dengan kecintaan beliau kepada orang yang berdoa kepada Allah. Jadi dalam bertawassul dengan nabi atau orang shalih, seseorang bukanlah bertawassul dengan amal shalihnya, berupa kecintaannya kepada nabi atau orang shalih tersebut. Tetapi seseorang bertawassul dengan nabi atau orang shalih itu, dengan derajat mereka, dengan kedekatan mereka di sisi Allah. Jadi, tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa seseorang yang bertawassul dengan nabi atau pun orang shalih, dia harus mengi’tiqadkan bahwa ia bertawassul dengan amal shalihnya, yaitu berupa kecintaannya kepada nabi atau orang shalih. Orang berpendapat seperti ini adalah orang yang meng-haramkan bertawassul dengan nabi atau pun orang shalih, atau pun dengan malaikat. Padahal dalam hadits di atas telah begitu jelas bagaimana nabi bertawassul. Lalu atas dasar apa mereka mengatakan bahwa tawassul dengan orang yang berdoa kepada Allah itu haram, bertawassul dengan nabi itu sudah dihapus, bertawassul dengan nabi itu harus mengi’tiqadkan bahwa ia bertawassul dengan amal shalih, kalau tidak demikian berarti haram. Mana dalilnya? Mana dalil yang mengharamkan bertawassul dengan nabi? Mana dalil yang menunjukkan bahwa hadits bertawassul dengan nabi telah dihapus? Mana dalil yang menunjukkan bahwa seseorang harus mengi’tiqadkan bahwa ia bertawassul dengan amal shalihnya berupa kecintaan kepada nabi? Mana dalilnya? Mengapa bertawassul dengan nabi disebut syirik, sedangkan bertawassul dengan amal shalih sendiri tidak disebut syirik? Bukankah amal shalih juga makhluq? Bukankah derajat nabi lebih tinggi dari amal shalih kita yang belum tentu ikhlash? Hadits di atas telah jelas. Begitu juga hadits-hadits shahih berkenaan dengan hal ini.
Jadi adalah boleh bertawassul dengan para Nabi dan orang-orang shalih sebab Allah mencintai mereka. Dan bolehnya perbuatan ini tidak bisa dihapus hanya dengan persangkaan-persangkaan. Jika ada yang mengatakan bahwa keterangan yang jelas ini telah dihapus, maka ia harus mengemukakan dalil yang jelas pula dari Al-Qur`an atau hadits yang jelas dan shahih, bukan berdasarkan persangkaan seorang ustadz. Jika yang menghapus itu adalah seorang ustadz tanpa nas yang jelas, kemudian ada orang yang mengikutinya, maka pengikutnya itu telah menyembah ustadz tersebut, sebab pengikutnya telah mengangkat sang ustadz sebagai syari’ (pembuat syari’at).
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. [QS. At-Taubah: 31]
Jika seseorang mengganti perkataan “Ya Rabbi bil Musthafa” dengan “Ya Rabbi bit taqwana”, maka aku bertanya, manakah yang lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, Muhammad Al-Musthafa ataukah taqwa kita yang tidak seberapa?
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Syafi’i di Makkah pada abad yang lalu berkata: “Kesimpulannya, bahwa menurut paham Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sah bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW, baik ketika hidup beliau, maupun sesudah beliau meninggal. Begitu juga boleh bertawassul dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang lain, dengan auliya-auliya dan orang-orang shalih sebagaimana dianjurkan oleh hadits-hadits yang telah kami terangkan terdahulu. Kita kaum Ahlussunnah wal Jama’ah mengi’tiqadkan bahwa tiada seorang pun yang dapat memberi efek, mengadakan, menjadikan, meniadakan, memberi manfaatnya, memberi mudharat, kecuali hanya Allah Yang Maha Esa saja, tidak bersekutu bagi-Nya. Kita tidak mempercayai Nabi mengadakan ta’tsir (memberi efek), Nabi memberi manfaat pada haqiqat, memberi mudharat dengan jalan mengadakan, memberi bekas/efek, dan juga tidak bagi lain Nabi, baik orang yang telah mati maupun yang masih hidup. Maka tidak ada perbedaan dalam soal ini dan dalam soal tawassul ini antara Nabi SAW dan Nabi-Nabi yang lain, rasul-Rasul, Wali-Wali dan orang-orang shalih, tidak ada perbedaannya hidup atau mati, karena mereka tidak menciptakan suatu juga, mereka tidak berkuasa sama sekali, hanya berkat mereka diambil karena kekasih Allah; mencipta dan mengadakan hanya milik Allah, Tunggal dan tidak bersekutu. Orang-orang yang memperbedakan antara orang yang hidup dengan orang mati, maka orang itu mengi?tiqadkan bahwa orang hidup bisa mencipta apa-apa dan orang mati tidak bisa lagi. Kita berkeyakinan dan beri?tiqad bahwa yang menjadikan tiap-tiap suatu adalah Allah, dan Allah itu menjadikan kita dan menjadikan pekerjaan kita. (Lihat QS. 37: 96) Orang-orang yang membolehkan tawassul dengan orang yang masih hidup tetapi melarang tawassul dengan orang yang telah wafat maka orang itu pada haqiqatnya telah masuk syirik dalam I’tiqad dan tauhid mereka, karena mereka mengi’tiqadkan bahwa yang hidup bisa mencipta, sedang orang yang telah wafat tidak bisa lagi. Orang-orang beri’tiqad macam itu, bagaimana pula mereka mengatakan bahwa mereka memelihara tauhid, dan orang lain dikatakannya telah masuk kepada syirik, sedang pada haqiqatnya merekalah yang kemasukan syirik. Mahasuci Engkau, ya Rabbi! Itulah bohong mereka yang besar (buhtaanun ‘azhiim).? [Kitab “Syawahidul Haq” karangan Syeikh Yusuf bin Isma’il an Nabbani hal. 159]
Istighatsah
Istighotsah atau meminta tolong kepada manusia adalah boleh selama kita beri’tiqad bahwa pada haqiqatnya Allahlah yang memberi pertolongan. Para shahabat pun pernah beristighatsah kepada Nabi dan paman beliau, dan bahkan diantara mereka ada yang bersyair, “Kalau bukan kepada engkau, kemana kami akan pergi. Kemanakah manusia akan meminta bantuan kalau bukan kepada Rasul Ilahi.” Akan tetapi Nabi tidak memarahi mereka, bahkan Nabi berdo’a kepada Allah bagi mereka.
Dan dalam Injil Barnabas pasal 11 ada dikisahkan mengenai orang yang berpenyakit kusta datang kepada Nabi Isa dan berkata, “Tuan, berilah aku kesehatan.” Nabi Isa mencelanya, “Kamu adalah bodoh, berdoalah kepada Allah yang telah menciptakanmu, dan Dia akan memberimu kesehatan, karena aku adalah seorang manusia seperti kamu.” Orang itu menjawab, “Saya tahu bahwa engkau adalah seorang manusia, tetapi engkau seorang suci utusan Allah. oleh sebab itu mohon engkau doakanlah kepada Allah, dan semoga Dia berkenan memberikan daku kesehatan.” Maka Nabi Isa berdoa, “Allah Tuhan Mahakuasa, demi kecintaan para Nabi Suci, Engkau berilah kesehatan terhadap orang yang sakit ini.” Dalam hal ini ada istighotsah, tawassul dengan Asma dan Sifat Allah, tawassul dengan meminta dido’akan, juga tawassul dengan para Nabi.

Wallahu a’lam.


munzir

 
Re:Tanya tentang tawasul ? - 2005/11/29 14:11

Mengenai Istighatsah, dalil telah jelas bagaikan matahari.

tercantum dalam Shahih Bukhari (ashahhulkitab ba'dalqur'an) bahwa Rasul saw bersabda : "kelak dihari qiamat matahari didekatkan hingga sampailah keringat mereka ditengah telinga, lalu saat mereka dalam keadaan demikian mereka ber Istighatsah pd Adam, lalu Musa, Lalu Muhammad....."..

diriwayatkan dalam kitab Imam Ibn Sunni, dari Haitsam bin Hanasy berkata : "kami sedang bersama Abdullah bin Umar ra, lalu kakinya terkena keram (kejang urat), maka ia berseru : "Wahai Muhammad..!", maka ia terlepas dari keramnya.
dan demikian pula riwayat dari Ibn Abbas ra, yg memerintahkan orang yg terkena penyakit keram agar memanggil orang yg paling ia cintai, maka berkatalah lelaki itu, : "wahai Muhammad..!", maka hilanglah penyakit keramnya. (Al Adzkar hal. 271)

demikian pula dari Ibn Mundzir alhuzamiy (salah seorang guru Imam Bukhari), yg Imam Bukhari menganggapnya rajulun tsiqat, dan masih banyak lagi riwayat Ibn Qayyim dll mengenai dalil Istighatsah. (Al Adzkar hal. 271), demikian pula riwayat Imam Qadhi Iyadh dalam kitabnya Assyifa

wallahu a'lam


sumber : www.majelisrasulullah.org

Syekh Yusha Evans: Misionaris yang Memeluk Islam


kisahmuallaf.com – Suatu hari di musim panas 1996. Yusha Evans, seorang misionaris muda kedatangan seorang teman bernama Benjamin.

Ia tak pernah menyangka, kehadiran temannya itu bakal menggoyahkan imannya. Sebuah pertanyaan tak terduga yang dilontarkan temannya membuatnya melepaskan keyakinannya sebagai seorang Kristen.

‘’Apakah kau pernah membaca seluruh isi Alkitab?’’ Tanya Benjamin.

‘’Apa maksudmu? Saya seorang misionaris Kristen dan bagaimana mungkin kau bertanya seperti itu padaku?’’ cetus Yusha.

‘’Apakah kau pernah membaca Alkitab seperti membaca sebuah novel: mengetahui tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, mengetahui plot dan tempatnya serta tahu seluruh detail isinya?’’

Yusha mengaku tak pernah membaca Alkitab dengan cara itu. Lalu Benjamin menantangnya untuk membaca kembali Alkitab dari awal hingga akhir. Ia memintanya untuk membaca
Alkitab selama beberapa bulan dan tidak menyentuh buku lain, kecuali Alkitab.

Maka mulailah Yusha membaca Alkitab dari Kejadian 1:1. Ia sangat tertarik dengan kisah para nabi. Dalam Alkitab, dikisahkan bahwa Nabi Nuh Alaihissalam menyampaikan wahyu Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tapi tidak ada satupun umatnya yang mengikuti seruannya.

Lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghukum umat Nabi Nuh dengan mendatangkan banjir besar, dan hanya Nabi Nuh Alaihissalam serta orang-orang yang naik ke kapal saja yang selamat.

Setelah banjir, seperti dikisahkan dalam Alkitab, Nabi Nuh Alaihissalam meminum anggur dan keluar dalam keadaan mabuk. Yusha mengaku sangat heran, mengapa Nabi Nuh Alaihissalam seorang utusan Tuhan bisa bersikap seperti itu.

‘’Tidak mungkin seorang nabi bersikap seperti itu. Maka saya tahu mengapa umat Nabi Nuh tidak mendengarkan apa yang ia sampaikan, karena ia mabuk,” kata Yusha kecewa.

Yusha kembali melanjutkan bacaannya. Semakin dalam membaca, kian banyak ia menemukan kesenjangan dalam Alkitab. Beberapa kisah nabi yang dibacanya justru tak mencerminkan nabi itu sebagai utusan Tuhan. Mereka malah seperti pelaku kriminal, yang justru dicari-cari polisi.

Ia pun amat penasaran. Yusha lalu bertanya kepada pendeta di gereja tempat melakukan misa. Ia mempertanyakan banyak hal. Namun Yusha tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Para pendeta yang ditemuinya berkata, ‘’Janganlah ilmu pengetahuan yang sedikit mempengaruhi keyakinannya terhadap Yesus.’’

Yusha diminta agar tidak perlu mempelajari segala hal. Ia diminta hanya cukup percaya saja pada apa yang diajarkan. Sejumlah pendeta memintanya agar tidak membaca Perjanjian Lama. Alasannya, Alkitab tersebut sudah tidak lagi terpakai. Mereka memintanya untuk membaca Perjanjian Baru.

Di dalam Perjanjian Baru, Yusha menemukan sebuah ayat yang menyebut bahwa Yesus berkata Tuhan itu satu. Dan hal tersebut terus diulang-ulang di ayat dan surat berikutnya dengan cara yang berbeda. Sama seperti ajaran Musa dalam 10 Perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hal pertama yang diperintahkan adalah menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada yang lain.

Yusha lalu mencari tahu mengenai Yesus. Ia menemukan ayat yang menyebutkan bahwa Yesus memerintahkan hal yang sama: menyembah satu Tuhan. Rasa penasarannya semakin menggebu. Ia pun mulai  mempertanyakan tentang penyaliban Yesus. Dalam ajaran yang ia terima, Yesus dipaku pada bagian tangannya.

Dalam hatinya muncul kegamangan. Yusha berpendapat, hal tersebut sangatlah konyol. Seseorang yang telapak tangannya disalib tidak akan bertahan lama di atas tiang. Ia pun menyampaikan pendapatnya itu kepada para pendeta. Alih-alih mendapatkan jawaban, ia justru dilarang untuk melakukan khutbah Kristen di gerejanya.

Saat kondisi imannya sedang goyah, Benjamin kembali menemui Yusha. ‘’Aku telah membaca Alkitab berulang kali. Alitab itu pula dicetak berulang kali, namun selalu masih saja ada salah penulisan. Padahal, Tuhan itu sempurna. Ciptaannya pun sempurna dan kitabnya juga haruslah sempurna,’’ ujar Benjamin.

Sejak hari itu, Yusha melepas Kristen sebagai agama yang diyakininya. Ia memutuskan meninggalkan agamanya dan memilih untuk mencari agama lain. Ia mempelajari Buddha dan beberapa agama lain, termasuk Islam. Yusha juga sempat membaca sebuah buku tentang Islam, tetapi hal itu tidak membuatnya senang. Ia akhirnya tidak mengikuti satu agama dunia pun.

‘’Tuhan, jika Engkau tidak memberi saya petunjuk, maka saya akan mencari jalan sendiri,’’ Yusha memanjatkan sebuah doa. Saat itu, ia berusia 17 tahun.

Yusha Evans lahir dan besar di South Carolina, Amerika Serikat. Ia dibesarkan oleh kakek (Indian Amerika) dan nenek (Irlandia) yang sangat konservatif. Kakek dan neneknya selalu mengajarkannya berdoa sebelum makan, sebelum tidur, tidak boleh menyalakan musik keras-keras, tidak membawa perempuan ke rumah.

‘’Itu yang saya pelajari di sekolah Minggu,’’ ujar Yusha. Masa kecilnya dihabiskan bersama nenek dan kakeknya. Menginjak usia 14 tahun, neneknya mengajak Yusha ke sebuah pelayanan Sabtu yang benar-benar berbeda dengan apa yang dialaminya di sekolah Minggu.

Di sana mereka bermain bola, voli, basket. Di pelayanan Sabtu, Yusha juga menemukan banyak makanan, kue, dan permen. Di kahir pertemuan, pastor yang memimpin acara itu mulai memberikan pengajaran tentang agama. Ia sangat menyukainya, karena tempat itu seperti sekolah normal.

Ketika berumur 15 tahun, nenek Yusha meminta pastor muda yang biasa melayaninya di gereja untuk mengantarkan cucu kesayangannya itu ke sekolah. Yusha belum memiliki surat izin mengemudi (SIM), sehingga belum boleh mengendarai mobil sendirian. Pastor yang usianya tiga tahun lebih tua dari Yusha itu menjadi teman baiknya.

Bersama pastor muda itu, Yusha diajak ke sebuah perkumpulan remaja yang bernama “Kehidupan Remaja”. Perkumpulan ini tidak seperti perkumpulan biasanya. ‘’Kelompok itu seperti yang kau lihat di televisi. Ada orang bernyanyi dan bermain gitar. Khutbah yang dilakukan dalam kelompok itu tidak seperti khutbah yang ada gereja. Dalam menyampaikan khotbahnya, ia (pastor) berteriak-teriak dan menyampaikannya dengan lantang langsung ke orang-orang.’’

Hal ini sangat menarik bagi Yusha. Mereka mengajarkan Kristen dengan cara yang berbeda dari yang dipelajari saat masih kecil. Menginjak usia 16 tahun, ia sudah tahu apa yang diinginkannya. Yusha ingin menjadi seorang misionaris. Sebagai seorang yang perfeksionis, ia ingin mendalami Kristen secara utuh. Ketika ia ingin sesuatu, maka apa yang ia lakukan harus terselesaikan.

Suatu hari, Yusha pergi ke New York bersama beberapa temannya. Di kota terbesar di dunia itu, ia kehabisan uang dan memutuskan untuk mengambil uang dari sebuah mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Ketika mengambil uang, ia dirampok oleh orang-orang bersenjata.

Kejadian itu membuatnya sangat takut, sehingga hari itu juga Yusha kembali ke rumah neneknya. Ia tidak menceritakan peristiwa yang menimpanya kepada sang nenek. Ia menyimpannya, sampai akhirnya mendapatkan mimpi buruk.

Dalam mimpi itu, orang yang merampoknya di ATM menembaknya hingga mati. Lalu, ia melihat sesuatu tengah menantinya di sisi lain kehidupan. Ia tidak mengetahuinya.Yusha sangat ketakutan. Ia terbangun dari mimpinya sambil berteriak.

Sang nenek datang dan bertanya, ‘’Mengapa kau berteriak? Lalu, Yusha menceritakan segalanya, tentang perampokan dan mimpi yang dialaminya.

‘’Tuhan mempunyai satu rencana untukmu, percayalah,’’ ujar sang nenek.

‘’Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyanya.

“Kau harus kembali pada-Nya. Kau harus mencari-Nya.”

Yusha pun linglung. Ia sudah mencari Tuhan kemana-mana, namun tidak menemukannya. Neneknya berkata, ‘’Tuhan tidak akan pergi kemana-mana, kau hanya perlu menemukannya.’’ Sang nenek tidak menyuruhnya untuk kembali ke gereja, hanya memintanya untuk mencari Tuhan.

Yusha mulai menjadi agnostik: mempercayai adanya Tuhan, namun tidak menganut agama apapun. Ia melakukan doa dengan caranya sendiri. Ia merasa jenuh dengan hal tersebut dan akhirnya memohon pada Tuhan, “Kalau Engkau ingin aku mengenal-Mu, maka bimbinglah aku.”

Sejak saat itu, ia tidak mau mendengar lagi apa yang harus dipercayainya. Tusha ingin melihat apa yang harus dipercayainya. Ia telah membaca banyak buku dan kitab agama lain, namun tidak satu pun yang sesuai dengan apa yang dipercayai olehnya.

Sampai pada suatu hari, Yusha berkunjung ke rumah seorang temannya bernama Musa yang beragama Islam. Selama bertahun-tahun Yusha mengenalnya, ia sama sekali tidak menyadari kalau temannya itu adalah seorang Muslim. Dalam pertemuan itu, mereka membicarakan tentang agama. Dari situlah, Yusha berkenalan dengan Islam yang sebenarnya.

Karena tidak mempercayai adanya komunitas Islam di lingkungannya, teman Afro-Amerika yang Muslim itu mengajak Yusha ke masjid, sebuah tempat yang tepat untuk menanyakan tentang Islam. Yusha selama ini tidak pernah menyadari bahwa di lingkungannya terdapat masjid. Apalagi letaknya tidak jauh dari gereja.
“Dan saya tidak menyadarinya!” ujarnya.

Ia lalu berkunjung ke masjid. Saat sedang menunggu Musa, seorang lelaki mendekatinya dan bertanya, ‘’Apa sedang kau lakukan di sini?’’

‘’Aku sedang menunggu Musa.’’

‘’Musa tidak terlalu sering datang ke masjid. Namun, jika kau ingin melihat masjid, saya dengan senang hati akan mengantarkanmu.’’

Awalnya. Yusha merasa takut. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya untuk masuk ke masjid. Selama ini, pikirannya tentang Islam sangat buruk, namun pria itu memperlakukannya dengan sangat baik.

Ia pun masuk ke dalam masjid tersebut dan mendengarkan khutbah. Awalnya, ia berpikir bahwa lafal ayat-ayat dalam bahasa Arab yang disampaikan khatib bermaksud untuk membunuhnya. Namun, ketika khatib tersebut menerjemahkan kalimat-kalimat Arabnya, Yusha menyadari apa yang dikatakan khatib itu adalah tentang menyembah Tuhan yang satu.

Usai shalat Jumat, ia menemui khatib dan bertanya, ‘’Apa yang barusan kalian lakukan tadi?’’

‘’Tadi kami melaksanakan shalat, menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’’

Ketika sang khatib hendak menjelaskan kepada Yusha tentang Islam, ia segera memotongnya, ’’Saya tidak ingin penjelasan. Saya ingin bukti. Apabila memang agama Anda benar, maka buktikanlah.’’

Kakeknya pernah berkata pada Yusha. Ketika orang mengklaim sesuatu itu benar, maka perlu pembuktian. Karena Yusha meminta bukti pada khatib, ia lalu diajak ke ruangannya. Khatib itu memberikannya Al-Quran, kitab suci umat Islam. Lalu Yusha membawanya pulang dan membacanya.

Ia terperangah dan terpesona dengan Al-Quran yang dibacanya. Selama tiga hari, ia tidak dapat berhenti membacanya. Ia begitu meyakini kebenaran yang tercantum dalam Al-Quran. Hidayah Allah Subhanahu Wa Ta’ala memancar dalam kalbunya. Yusha pun bertekad untuk menjadi seorang Muslim.

Yusha kembali ke masjid dan menemui sang khatib. Lalu ia berkata, ’’Saya ingin menjadi Muslim.”

‘’Kau harus memahami satu hal lain apabila ingin menjadi seorang Muslim. Anda harus tahu tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.’’

Yusha pun membaca tentang kisah Nabi Muhammad. Ia pun meyakini Muhammad sebagai utusan Allah. Pada Desember 1998, Yusha yang bernama asli Joshua akhirnya memeluk Islam.

‘’Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’’

Sejak itu, ia mempelajari Islam dari sejumlah ulama di Mesir dan Amerika Serikat. Kini, Yusha menjadi seorang dai dan penceramah.

Umat Islam di negeri Paman Sam memanggilnya, Syekh Yusha Evans. Ia berkhidmat di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan menyebarkan ajaran Islam.


Foto: Syekh Yusha Evans: Misionaris yang Memeluk Islam

kisahmuallaf.com – Suatu hari di musim panas 1996. Yusha Evans, seorang misionaris muda kedatangan seorang teman bernama Benjamin.

Ia tak pernah menyangka, kehadiran temannya itu bakal menggoyahkan imannya. Sebuah pertanyaan tak terduga yang dilontarkan temannya membuatnya melepaskan keyakinannya sebagai seorang Kristen.

‘’Apakah kau pernah membaca seluruh isi Alkitab?’’ Tanya Benjamin.

‘’Apa maksudmu? Saya seorang misionaris Kristen dan bagaimana mungkin kau bertanya seperti itu padaku?’’ cetus Yusha.

‘’Apakah kau pernah membaca Alkitab seperti membaca sebuah novel: mengetahui tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, mengetahui plot dan tempatnya serta tahu seluruh detail isinya?’’

Yusha mengaku tak pernah membaca Alkitab dengan cara itu. Lalu Benjamin menantangnya untuk membaca kembali Alkitab dari awal hingga akhir. Ia memintanya untuk membaca
Alkitab selama beberapa bulan dan tidak menyentuh buku lain, kecuali Alkitab.

Maka mulailah Yusha membaca Alkitab dari Kejadian 1:1. Ia sangat tertarik dengan kisah para nabi. Dalam Alkitab, dikisahkan bahwa Nabi Nuh Alaihissalam menyampaikan wahyu Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tapi tidak ada satupun umatnya yang mengikuti seruannya.

Lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghukum umat Nabi Nuh dengan mendatangkan banjir besar, dan hanya Nabi Nuh Alaihissalam serta orang-orang yang naik ke kapal saja yang selamat.

Setelah banjir, seperti dikisahkan dalam Alkitab, Nabi Nuh Alaihissalam meminum anggur dan keluar dalam keadaan mabuk. Yusha mengaku sangat heran, mengapa Nabi Nuh Alaihissalam seorang utusan Tuhan bisa bersikap seperti itu.

‘’Tidak mungkin seorang nabi bersikap seperti itu. Maka saya tahu mengapa umat Nabi Nuh tidak mendengarkan apa yang ia sampaikan, karena ia mabuk,” kata Yusha kecewa.

Yusha kembali melanjutkan bacaannya. Semakin dalam membaca, kian banyak ia menemukan kesenjangan dalam Alkitab. Beberapa kisah nabi yang dibacanya justru tak mencerminkan nabi itu sebagai utusan Tuhan. Mereka malah seperti pelaku kriminal, yang justru dicari-cari polisi.

Ia pun amat penasaran. Yusha lalu bertanya kepada pendeta di gereja tempat melakukan misa. Ia mempertanyakan banyak hal. Namun Yusha tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Para pendeta yang ditemuinya berkata, ‘’Janganlah ilmu pengetahuan yang sedikit mempengaruhi keyakinannya terhadap Yesus.’’

Yusha diminta agar tidak perlu mempelajari segala hal. Ia diminta hanya cukup percaya saja pada apa yang diajarkan. Sejumlah pendeta memintanya agar tidak membaca Perjanjian Lama. Alasannya, Alkitab tersebut sudah tidak lagi terpakai. Mereka memintanya untuk membaca Perjanjian Baru.

Di dalam Perjanjian Baru, Yusha menemukan sebuah ayat yang menyebut bahwa Yesus berkata Tuhan itu satu. Dan hal tersebut terus diulang-ulang di ayat dan surat berikutnya dengan cara yang berbeda. Sama seperti ajaran Musa dalam 10 Perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hal pertama yang diperintahkan adalah menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada yang lain.

Yusha lalu mencari tahu mengenai Yesus. Ia menemukan ayat yang menyebutkan bahwa Yesus memerintahkan hal yang sama: menyembah satu Tuhan. Rasa penasarannya semakin menggebu. Ia pun mulai mempertanyakan tentang penyaliban Yesus. Dalam ajaran yang ia terima, Yesus dipaku pada bagian tangannya.

Dalam hatinya muncul kegamangan. Yusha berpendapat, hal tersebut sangatlah konyol. Seseorang yang telapak tangannya disalib tidak akan bertahan lama di atas tiang. Ia pun menyampaikan pendapatnya itu kepada para pendeta. Alih-alih mendapatkan jawaban, ia justru dilarang untuk melakukan khutbah Kristen di gerejanya.

Saat kondisi imannya sedang goyah, Benjamin kembali menemui Yusha. ‘’Aku telah membaca Alkitab berulang kali. Alitab itu pula dicetak berulang kali, namun selalu masih saja ada salah penulisan. Padahal, Tuhan itu sempurna. Ciptaannya pun sempurna dan kitabnya juga haruslah sempurna,’’ ujar Benjamin.

Sejak hari itu, Yusha melepas Kristen sebagai agama yang diyakininya. Ia memutuskan meninggalkan agamanya dan memilih untuk mencari agama lain. Ia mempelajari Buddha dan beberapa agama lain, termasuk Islam. Yusha juga sempat membaca sebuah buku tentang Islam, tetapi hal itu tidak membuatnya senang. Ia akhirnya tidak mengikuti satu agama dunia pun.

‘’Tuhan, jika Engkau tidak memberi saya petunjuk, maka saya akan mencari jalan sendiri,’’ Yusha memanjatkan sebuah doa. Saat itu, ia berusia 17 tahun.

Yusha Evans lahir dan besar di South Carolina, Amerika Serikat. Ia dibesarkan oleh kakek (Indian Amerika) dan nenek (Irlandia) yang sangat konservatif. Kakek dan neneknya selalu mengajarkannya berdoa sebelum makan, sebelum tidur, tidak boleh menyalakan musik keras-keras, tidak membawa perempuan ke rumah.

‘’Itu yang saya pelajari di sekolah Minggu,’’ ujar Yusha. Masa kecilnya dihabiskan bersama nenek dan kakeknya. Menginjak usia 14 tahun, neneknya mengajak Yusha ke sebuah pelayanan Sabtu yang benar-benar berbeda dengan apa yang dialaminya di sekolah Minggu.

Di sana mereka bermain bola, voli, basket. Di pelayanan Sabtu, Yusha juga menemukan banyak makanan, kue, dan permen. Di kahir pertemuan, pastor yang memimpin acara itu mulai memberikan pengajaran tentang agama. Ia sangat menyukainya, karena tempat itu seperti sekolah normal.

Ketika berumur 15 tahun, nenek Yusha meminta pastor muda yang biasa melayaninya di gereja untuk mengantarkan cucu kesayangannya itu ke sekolah. Yusha belum memiliki surat izin mengemudi (SIM), sehingga belum boleh mengendarai mobil sendirian. Pastor yang usianya tiga tahun lebih tua dari Yusha itu menjadi teman baiknya.

Bersama pastor muda itu, Yusha diajak ke sebuah perkumpulan remaja yang bernama “Kehidupan Remaja”. Perkumpulan ini tidak seperti perkumpulan biasanya. ‘’Kelompok itu seperti yang kau lihat di televisi. Ada orang bernyanyi dan bermain gitar. Khutbah yang dilakukan dalam kelompok itu tidak seperti khutbah yang ada gereja. Dalam menyampaikan khotbahnya, ia (pastor) berteriak-teriak dan menyampaikannya dengan lantang langsung ke orang-orang.’’

Hal ini sangat menarik bagi Yusha. Mereka mengajarkan Kristen dengan cara yang berbeda dari yang dipelajari saat masih kecil. Menginjak usia 16 tahun, ia sudah tahu apa yang diinginkannya. Yusha ingin menjadi seorang misionaris. Sebagai seorang yang perfeksionis, ia ingin mendalami Kristen secara utuh. Ketika ia ingin sesuatu, maka apa yang ia lakukan harus terselesaikan.

Suatu hari, Yusha pergi ke New York bersama beberapa temannya. Di kota terbesar di dunia itu, ia kehabisan uang dan memutuskan untuk mengambil uang dari sebuah mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Ketika mengambil uang, ia dirampok oleh orang-orang bersenjata.

Kejadian itu membuatnya sangat takut, sehingga hari itu juga Yusha kembali ke rumah neneknya. Ia tidak menceritakan peristiwa yang menimpanya kepada sang nenek. Ia menyimpannya, sampai akhirnya mendapatkan mimpi buruk.

Dalam mimpi itu, orang yang merampoknya di ATM menembaknya hingga mati. Lalu, ia melihat sesuatu tengah menantinya di sisi lain kehidupan. Ia tidak mengetahuinya.Yusha sangat ketakutan. Ia terbangun dari mimpinya sambil berteriak.

Sang nenek datang dan bertanya, ‘’Mengapa kau berteriak? Lalu, Yusha menceritakan segalanya, tentang perampokan dan mimpi yang dialaminya.

‘’Tuhan mempunyai satu rencana untukmu, percayalah,’’ ujar sang nenek.

‘’Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyanya.

“Kau harus kembali pada-Nya. Kau harus mencari-Nya.”

Yusha pun linglung. Ia sudah mencari Tuhan kemana-mana, namun tidak menemukannya. Neneknya berkata, ‘’Tuhan tidak akan pergi kemana-mana, kau hanya perlu menemukannya.’’ Sang nenek tidak menyuruhnya untuk kembali ke gereja, hanya memintanya untuk mencari Tuhan.

Yusha mulai menjadi agnostik: mempercayai adanya Tuhan, namun tidak menganut agama apapun. Ia melakukan doa dengan caranya sendiri. Ia merasa jenuh dengan hal tersebut dan akhirnya memohon pada Tuhan, “Kalau Engkau ingin aku mengenal-Mu, maka bimbinglah aku.”

Sejak saat itu, ia tidak mau mendengar lagi apa yang harus dipercayainya. Tusha ingin melihat apa yang harus dipercayainya. Ia telah membaca banyak buku dan kitab agama lain, namun tidak satu pun yang sesuai dengan apa yang dipercayai olehnya.

Sampai pada suatu hari, Yusha berkunjung ke rumah seorang temannya bernama Musa yang beragama Islam. Selama bertahun-tahun Yusha mengenalnya, ia sama sekali tidak menyadari kalau temannya itu adalah seorang Muslim. Dalam pertemuan itu, mereka membicarakan tentang agama. Dari situlah, Yusha berkenalan dengan Islam yang sebenarnya.

Karena tidak mempercayai adanya komunitas Islam di lingkungannya, teman Afro-Amerika yang Muslim itu mengajak Yusha ke masjid, sebuah tempat yang tepat untuk menanyakan tentang Islam. Yusha selama ini tidak pernah menyadari bahwa di lingkungannya terdapat masjid. Apalagi letaknya tidak jauh dari gereja.
“Dan saya tidak menyadarinya!” ujarnya.

Ia lalu berkunjung ke masjid. Saat sedang menunggu Musa, seorang lelaki mendekatinya dan bertanya, ‘’Apa sedang kau lakukan di sini?’’

‘’Aku sedang menunggu Musa.’’

‘’Musa tidak terlalu sering datang ke masjid. Namun, jika kau ingin melihat masjid, saya dengan senang hati akan mengantarkanmu.’’

Awalnya. Yusha merasa takut. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya untuk masuk ke masjid. Selama ini, pikirannya tentang Islam sangat buruk, namun pria itu memperlakukannya dengan sangat baik.

Ia pun masuk ke dalam masjid tersebut dan mendengarkan khutbah. Awalnya, ia berpikir bahwa lafal ayat-ayat dalam bahasa Arab yang disampaikan khatib bermaksud untuk membunuhnya. Namun, ketika khatib tersebut menerjemahkan kalimat-kalimat Arabnya, Yusha menyadari apa yang dikatakan khatib itu adalah tentang menyembah Tuhan yang satu.

Usai shalat Jumat, ia menemui khatib dan bertanya, ‘’Apa yang barusan kalian lakukan tadi?’’

‘’Tadi kami melaksanakan shalat, menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’’

Ketika sang khatib hendak menjelaskan kepada Yusha tentang Islam, ia segera memotongnya, ’’Saya tidak ingin penjelasan. Saya ingin bukti. Apabila memang agama Anda benar, maka buktikanlah.’’

Kakeknya pernah berkata pada Yusha. Ketika orang mengklaim sesuatu itu benar, maka perlu pembuktian. Karena Yusha meminta bukti pada khatib, ia lalu diajak ke ruangannya. Khatib itu memberikannya Al-Quran, kitab suci umat Islam. Lalu Yusha membawanya pulang dan membacanya.

Ia terperangah dan terpesona dengan Al-Quran yang dibacanya. Selama tiga hari, ia tidak dapat berhenti membacanya. Ia begitu meyakini kebenaran yang tercantum dalam Al-Quran. Hidayah Allah Subhanahu Wa Ta’ala memancar dalam kalbunya. Yusha pun bertekad untuk menjadi seorang Muslim.

Yusha kembali ke masjid dan menemui sang khatib. Lalu ia berkata, ’’Saya ingin menjadi Muslim.”

‘’Kau harus memahami satu hal lain apabila ingin menjadi seorang Muslim. Anda harus tahu tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.’’

Yusha pun membaca tentang kisah Nabi Muhammad. Ia pun meyakini Muhammad sebagai utusan Allah. Pada Desember 1998, Yusha yang bernama asli Joshua akhirnya memeluk Islam.

‘’Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’’

Sejak itu, ia mempelajari Islam dari sejumlah ulama di Mesir dan Amerika Serikat. Kini, Yusha menjadi seorang dai dan penceramah.

Umat Islam di negeri Paman Sam memanggilnya, Syekh Yusha Evans. Ia berkhidmat di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan menyebarkan ajaran Islam.

KITAB ARKAN BAB 1 : RUKUN SHOLAT اَرْكَانُ الصَّلَاةِ سَبْعَةَعَشَرَ Top of Form JAWA                    :     ...