Selasa, 23 April 2013

Kisah perjalanan hidayah Hj. Irena Handono, .. mendapat hidayah di biara

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...Allah selalu memberi petunjuk kepada siapa saja yang mencari kebenaran, di mana pun hamba-Nya berada, di biara sekali pun. Itulah yang terjadi pada Irena Handono yang mendapat hidayah justru saat mencari kelemahan Islam.

Ketika membaca surat Al Ikhlas hatinya tunduk akan keesaan Allah swt. Ia mengakui bahwa tak ada yang paling berkuasa dan patut disembah di jagad raya ini selain Sang Khalik. Berikut penuturannya kepada Siwi Wulandari dari Majalah Hidayah:

Mendapat hidayah di Biara ...

Aku dibesarkan dalam keluarga yang rilegius. Ayah dan ibuku merupakan pemeluk Katholik yang taat. Sejak bayi aku sudah dibabtis, dan sekolah seperti anak-anak lain. Aku juga mengikuti kursus agama secara privat. Ketika remaja aku aktif di organisasi gereja.

Sejak masa kanak-kanak, aku sudah termotivasi untuk masuk biara. Bagi orang Katholik, hidup membiara adalah hidup yang paling mulia, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Semakin aku besar, keinginan itu sedemikian kuatnya, sehingga menjadi biarawati adalah tujuan satu-satunya dalam hidupku.

Kehidupanku nyaris sempurna, aku terlahir dari keluarga yang kaya raya, kalau diukur dari materi. Rumahku luasnya 1000 meter persegi. Bayangkan, betapa besarnya. Kami berasal dari etnis Tionghoa.

Ayahku adalah seorang pengusaha terkenal di Surabaya, beliau merupakan salah satu donatur terbesar gereja di Indonesia. Aku anak kelima dan perempuan satu-satunya dari lima bersaudara. Aku amat bersyukur karena dianugrahi banyak kelebihan.

Selain materi, kecerdasanku cukup lumayan. Prestasi akademikku selalu memuaskan. Aku pernah terpilih sebagai ketua termuda pada salah satu organisasi gereja. Ketika remaja aku layaknya remaja pada umumnya, punya banyak teman, aku dicintai oleh mereka, bahkan aku menjadi faforit bagi kawan-kawanku. Intinya, masa mudaku kuhabiskan dengan penuh kesan, bermakna, dan indah.

Namun demikian aku tidak larut dalam semaraknya pergaulan muda-mudi, walalupun semua fasilitas untuk hura-hura bahkan foya-foya ada. Keinginan untuk menjadi biarawati tetap kuat. Ketika aku lulus SMU, aku memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan itu.

Tentu saja orang tuaku terkejut. Berat bagi mereka untuk membiarkan anak gadisnya hidup terpisah dengan mereka. Sebagai pemeluk Katholik yang taat, mereka akhirnya mengikhlaskannya. Sebaliknya dengan kakak-kakakku, mereka justru bangga punya adik yang masuk biarawati. Tidak ada kesulitan ketika aku melangkah ke biara, justru kemudahan yang kurasakan.

Dari banyak biarawati, hanya ada dua orang biara yang diberi tugas ganda. Yaitu kuliah di biara dan kuliah di Institut Filsafat Teologia, seperti seminari yang merupakan pendidikan akhir pastur. Salah satu dari biarawati yang diberi keistimewaan itu adalah saya.

Dalam usia 19 tahun Aku harus menekuni dua pendidikan sekaligus, yakni pendidikan di biara, dan di seminari, dimana aku mengambil Fakultas Comparative Religion, Jurusan Islamologi. Di tempat inilah untuk pertama kali aku mengenal Islam.

Di awal kuliah, dosen memberi pengantar bahwa agama yang terbaik adalah agama kami sedangkan agama lain itu tidak baik. Beliau mengatakan, Islam itu jelek.

Di Indonesia yang melarat itu siapa?, Yang bodoh siapa? Yang kumuh siapa? Yang tinggal di bantaran sungai siapa? Yang kehilangan sandal setiap hari jumat siapa? Yang berselisih paham tidak bisa bersatu itu siapa? Yang jadi teroris siapa? Semua menunjuk pada Islam. Jadi Islam itu jelek.

Aku mengatakan kesimpulan itu perlu diuji, kita lihat negara-negara lain, Philiphina, Meksiko, Itali, Irlandia, negara-negara yang mayoritas kristiani itu tak kalah amburadulnya.

Aku juga mencontohkan negara-negara penjajah seperti terbentuknya negara Amerika dan Australia, sampai terbentuknya negara Yahudi Israel itu, mereka dari dulu tidak punya wilayah, lalu merampok negara Palestina.

Jadi tidak terbukti kalau Islam itu symbol keburukan. Aku jadi tertarik mempelajari masalah ini. Solusinya, aku minta ijin kepada pastur untuk mempelajari Islam dari sumbernya sendiri, yaitu al-Qur'an dan Hadits. Usulan itu diterima, tapi dengan catatan, aku harus mencari kelemahan Islam.

Kebenaran surat Al Ikhlas ...

Ketika pertama kali memegang kitab suci al-Qur'an, aku bingung. Kitab ini, mana yang depan, mana yang belakang, mana atas mana bawah. Kemudian aku amati bentuk hurufnya, aku semakin bingung. Bentuknya panjang- panjang, bulat-bulat, akhirnya aku ambil jalan pintas, aku harus mempelajari dari terjemah.

Ketika aku pelajari dari terjemahan, karena aku tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, aku justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Yang pertama kali aku pandang, adalah surat Al Ikhlas. Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa:

Allah itu Ahad, Allah itu satu, ..
Allah tidak beranak, ..
tidak diperanakkan ..
dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia ...

"Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" pujiku lagi.

Pagi harinya, saat kuliah teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu:

Tuhan Bapak, ..
Tuhan Putra ..
dan Tuhan Roh Kudus ..

Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putusku pada akhirnya.

Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan." "Yang mana yang Anda belum paham?" tanya Pastur. Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA.

Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.

"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," tanyaku lebih mendalam.

Dosen menjawab, "Tidak bisa!" Aku jawab bisa saja, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh. Mengapa tidak boleh?

Tanya saya semakin tak mengerti. "Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur. Aku katakan, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana? "Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri.

Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur: "Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab. "Coba Anda jawab!"

Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu. "Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi. "Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan. "Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran.

Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia. Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas.

Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini 'kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?.

"Sebetulnya saya tahu," ucapku. "Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya? Coba jelaskan!" tantang mereka.

"Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah." "Apa maksud Anda?" Mereka semakin tak mengerti.

Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah."

Keluar dari Biara ...

Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja. Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi.

Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi. Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan.

Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Aku Tuhanmu'? Tidak pernah ada.

Mereka kaget sekali dan menganggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemuan berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an.

Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu. Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam.

Subhanaallah ... Saya mengambil keputusan besar, keluar dari biara. Itu melalui proses berbagai pertimbangan dan perenungan yang dalam, termasuk melalui surat dan ayat. Bahkan, saya sendiri mengenal sosok Maryam yang sesungguhnya dari al-Qur'an surat Maryam.

Padahal, dalam doktrin Katholik, Maryam menjadi tempat yang sangat istimewa. Nyaris tidak ada doa tanpa melalui perantaranya. Anehnya, tidak ada Injil Maryam. Jadi saya keluar dengan keyakinan bahwa Islam agama Allah.

Tapi masih panjang, tidak hari itu saya bersyahadat. Enam tahun kemudian aku baru mengucapkan dua kalimah syahadat. Selama enam tahun, saya bergelut untuk mencari. Saya diterpa dengan berbagai macam persoalan, baik yang sedih, senang, suka dan duka. Sedih, karena saya harus meninggalkan keluarga saya. Reaksi dari orang tua tentu bingung bercampur sedih.

Sekeluarnya dari biara, aku melanjutkan kuliah ke Universitas Atmajaya. Kemudian aku menikah dengan orang Katholik. Harapanku dengan menikah adalah, aku tidak lagi terusik oleh pencarian agama. Aku berpikir, kalau sudah menikah, ya selesai!

Ternyata diskusi itu tetap berjalan, apalagi suamiku adalah aktifis mahasiswa. Begitu pun dengan diriku, kami kerap kali berdiskusi. Setiap kali kami diskusi, selalu berakhir dengan pertengkaran, karena kalau aku mulai bicara tentang Islam, dia menyudutkan.

Padahal, aku tidak suka sesuatu dihujat tanpa alasan. Ketika dia menyudutkan, aku akan membelanya, maka jurang pemisah itu semakin membesar, sampai pada klimaksnya. Aku berkesimpulan kehidupan rumah tangga seperti ini, tidak bisa berlanjut, dan tidak mungkin bertahan lama.

Aku mulai belajar melalui ustadz. Aku mulai mencari ustadz, karena sebelumnya aku hanya belajar Islam dari buku semua. Alhamdulillah Allah mempertemuka saya dengan ustadz yang bagus, diantaranya adalah Kyai Haji Misbah (alm.). Beliau ketua MUI Jawa Timur periode yang lalu.

Aku beberapa kali berkonsultasi dan mengemukakan niat untuk masuk Islam. Tiga kali ia menjawab dengan jawaban yang sama, "Masuk Islam itu gampang, tapi apakah Anda sudah siap dengan konsekwensinya?" "Siap!" jawabku. "Apakah Anda tahu konsekwensinya?" tanya beliau. "Pernikahan saya!" tegasku.

Aku menyadari keinginanku masuk Islam semakin kuat. "Kenapa dengan perkawinan Anda, mana yang Anda pilih?" Tanya beliau lagi. "Islam" jawabku tegas.

Akhirnya rahmat Allah datang kepadaku. Aku kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau. Waktu itu tahun 1983, usiaku 26 tahun. Setelah resmi memeluk Islam, aku mengurus perceraianku, karena suamiku tetap pada agamanya.

Pernikahanku telah berlangsung selama lima tahun, dan telah dikaruniai tiga orang anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Alhamdulillah, saat ini mereka telah menjadi muslim dan muslimah.

Shalat pertama kali ...

Setelah aku mengucapkan syahadat, aku tahu persis posisiku sebagai seorang muslimah harus bagaimana. Satu hari sebelum ramadhan tahun dimana aku berikrar, aku langsung melaksanakan shalat.

Pada saat itulah, salah seorang kakak mencari saya. Rumah cukup besar. Banyak kamar terdapat didalamnya. Kakakku berteriak mencariku. Ia kemudian membuka kamarku. Ia terkejut, 'kok ada perempuan shalat? Ia pikir ada orang lain yang sedang shalat. Akhirnya ia menutup pintu.

Hari berikutnya, kakakku yang lain kembali mencariku. Ia menyaksikan bahwa yang sedang shalat itu aku. Selesai shalat, aku tidak mau lagi menyembunyikan agama baruku yang selama ini kututupi. Kakakku terkejut luar biasa. Ia tidak menyangka adiknya sendiri yang sedang shalat. Ia tidak bisa bicara, hanya wajahnya seketika merah dan pucat.

Sejak saat itulah terjadi keretakan diantara kami. Agama baruku yang kupilih tak dapat diterima. Akhirnya aku meninggalkan rumah. Aku mengontrak sebuah rumah sederhana di Kota Surabaya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, tentu ibuku tak mau kehilangan. Beliau tetap datang menjenguk sesekali. Enam tahun kemudian ibu meninggal dunia.

Setelah ibu saya meninggal, tidak ada kontak lagi dengan ayah atau anggota keluarga yang lain sampai sekarang. Aku bukannya tak mau berdakwah kepada keluargaku, khususnya ibuku. Walaupun ibu tidak senang, ketegangan-ketegangan akhirnya terjadi terus. Islam, baginya identik dengan hal-hal negatif yang saya contohkan di atas. Pendapat ibu sudah terpola, apalagi usia ibu sudah lanjut.

Tahun 1992 aku menunaikan rukun Islam yang kelima ... Alhamdulillah aku diberikan rejeki sehingga bisa menunaikan ibadah haji. Selama masuk Islam sampai pergi haji, aku selalu menggerutu kepada Allah, "kalau Engkau, ya Allah, menakdirkanku menjadi seorang yang mukminah, mengapa Engkau tidak menakdirkan saya menjadi anak orang Islam, punya bapak Islam, dan ibu orang Islam, sama seperti saudara-saudaraku muslim yang kebanyakan itu.

Dengan begitu, saya tidak perlu banyak penderitan. Mengapa jalan hidup saya harus berliku-liku seperti ini?" ungkapku sedikit sesal.

Di Masjidil-Haram, aku bersungkur mohon ampun, dilanjutkan dengan sujud syukur. Alhamdulillah aku mendapat petunjuk dengan perjalan hidupku seperti ini.

Aku merasakan nikmat iman dan nikmat Islam. Padahal, orang Islam yang sudah Islam tujuh turunan belum tentu mengerti nikmat iman dan Islam.

Islam adalah agama hidayah, agama hak. Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Manusia itu oleh Allah diberi akal, budi, diberi emosi, rasio. Agama Islam adalah agama untuk orang yang berakal, semakin dalam daya analisis kita, insya Allah, Allah akan memberi. Firman Allah, "Apakah sama orang yang tahu dan tidak tahu?"

Sepulang haji, hatiku semakin terbuka dengan Islam, atas kehendak-Nya pula aku kemudian diberi kemudahan dalam belajar agama tauhid ini. Alhamdulillah tidak banyak kesulitan bagiku untuk belajar membaca kitab-kitab.

Allah memberi kekuatan kepadaku untuk bicara dan berdakwah. Aku begitu lancar dan banyak diundang untuk berceramah. Tak hanya di Surabaya, aku kerap kali diundang berdakwah di Jakarta. Begitu banyak yang Allah karuniakan kepadaku, termasuk jodoh, melalui pertemuan yang Islami, aku dilamar seorang ulama.

Beliau adalah Masruchin Yusufi, duda lima anak yang isterinya telah meninggal dunia. Kini kami berdua sama-sama aktif berdakwah sampai ke pelosok desa. Terjun di bidang dakwah tantangannya luar biasa.

Alhamdulillah, dalam diri ini terus menekankan bahwa hidupku, matiku hanya karena Allah.

Sumber : ustadzpal.blogspot.com/2010/05/hidayah-irena-handono.html


Foto: KISAH PERJALANAN HIDAYAH : ... HJ. IRENA HANDONO, .. MENDAPAT HIDAYAH DI BIARA ...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...Allah selalu memberi petunjuk kepada siapa saja yang mencari kebenaran, di mana pun hamba-Nya berada, di biara sekali pun. Itulah yang terjadi pada Irena Handono yang mendapat hidayah justru saat mencari kelemahan Islam.

Ketika membaca surat Al Ikhlas hatinya tunduk akan keesaan Allah swt. Ia mengakui bahwa tak ada yang paling berkuasa dan patut disembah di jagad raya ini selain Sang Khalik. Berikut penuturannya kepada Siwi Wulandari dari Majalah Hidayah:

Mendapat hidayah di Biara ...

Aku dibesarkan dalam keluarga yang rilegius. Ayah dan ibuku merupakan pemeluk Katholik yang taat. Sejak bayi aku sudah dibabtis, dan sekolah seperti anak-anak lain. Aku juga mengikuti kursus agama secara privat. Ketika remaja aku aktif di organisasi gereja.

Sejak masa kanak-kanak, aku sudah termotivasi untuk masuk biara. Bagi orang Katholik, hidup membiara adalah hidup yang paling mulia, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Semakin aku besar, keinginan itu sedemikian kuatnya, sehingga menjadi biarawati adalah tujuan satu-satunya dalam hidupku.

Kehidupanku nyaris sempurna, aku terlahir dari keluarga yang kaya raya, kalau diukur dari materi. Rumahku luasnya 1000 meter persegi. Bayangkan, betapa besarnya. Kami berasal dari etnis Tionghoa. 

Ayahku adalah seorang pengusaha terkenal di Surabaya, beliau merupakan salah satu donatur terbesar gereja di Indonesia. Aku anak kelima dan perempuan satu-satunya dari lima bersaudara. Aku amat bersyukur karena dianugrahi banyak kelebihan.

Selain materi, kecerdasanku cukup lumayan. Prestasi akademikku selalu memuaskan. Aku pernah terpilih sebagai ketua termuda pada salah satu organisasi gereja. Ketika remaja aku layaknya remaja pada umumnya, punya banyak teman, aku dicintai oleh mereka, bahkan aku menjadi faforit bagi kawan-kawanku. Intinya, masa mudaku kuhabiskan dengan penuh kesan, bermakna, dan indah.

Namun demikian aku tidak larut dalam semaraknya pergaulan muda-mudi, walalupun semua fasilitas untuk hura-hura bahkan foya-foya ada. Keinginan untuk menjadi biarawati tetap kuat. Ketika aku lulus SMU, aku memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan itu.

Tentu saja orang tuaku terkejut. Berat bagi mereka untuk membiarkan anak gadisnya hidup terpisah dengan mereka. Sebagai pemeluk Katholik yang taat, mereka akhirnya mengikhlaskannya. Sebaliknya dengan kakak-kakakku, mereka justru bangga punya adik yang masuk biarawati. Tidak ada kesulitan ketika aku melangkah ke biara, justru kemudahan yang kurasakan.

Dari banyak biarawati, hanya ada dua orang biara yang diberi tugas ganda. Yaitu kuliah di biara dan kuliah di Institut Filsafat Teologia, seperti seminari yang merupakan pendidikan akhir pastur. Salah satu dari biarawati yang diberi keistimewaan itu adalah saya.

Dalam usia 19 tahun Aku harus menekuni dua pendidikan sekaligus, yakni pendidikan di biara, dan di seminari, dimana aku mengambil Fakultas Comparative Religion, Jurusan Islamologi. Di tempat inilah untuk pertama kali aku mengenal Islam.

Di awal kuliah, dosen memberi pengantar bahwa agama yang terbaik adalah agama kami sedangkan agama lain itu tidak baik. Beliau mengatakan, Islam itu jelek. 

Di Indonesia yang melarat itu siapa?, Yang bodoh siapa? Yang kumuh siapa? Yang tinggal di bantaran sungai siapa? Yang kehilangan sandal setiap hari jumat siapa? Yang berselisih paham tidak bisa bersatu itu siapa? Yang jadi teroris siapa? Semua menunjuk pada Islam. Jadi Islam itu jelek.

Aku mengatakan kesimpulan itu perlu diuji, kita lihat negara-negara lain, Philiphina, Meksiko, Itali, Irlandia, negara-negara yang mayoritas kristiani itu tak kalah amburadulnya.

Aku juga mencontohkan negara-negara penjajah seperti terbentuknya negara Amerika dan Australia, sampai terbentuknya negara Yahudi Israel itu, mereka dari dulu tidak punya wilayah, lalu merampok negara Palestina.

Jadi tidak terbukti kalau Islam itu symbol keburukan. Aku jadi tertarik mempelajari masalah ini. Solusinya, aku minta ijin kepada pastur untuk mempelajari Islam dari sumbernya sendiri, yaitu al-Qur'an dan Hadits. Usulan itu diterima, tapi dengan catatan, aku harus mencari kelemahan Islam.

Kebenaran surat Al Ikhlas ...

Ketika pertama kali memegang kitab suci al-Qur'an, aku bingung. Kitab ini, mana yang depan, mana yang belakang, mana atas mana bawah. Kemudian aku amati bentuk hurufnya, aku semakin bingung. Bentuknya panjang- panjang, bulat-bulat, akhirnya aku ambil jalan pintas, aku harus mempelajari dari terjemah.

Ketika aku pelajari dari terjemahan, karena aku tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, aku justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Yang pertama kali aku pandang, adalah surat Al Ikhlas. Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa:

Allah itu Ahad, Allah itu satu, ..
Allah tidak beranak, ..
tidak diperanakkan ..
dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia ...

"Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" pujiku lagi.

Pagi harinya, saat kuliah teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu:

Tuhan Bapak, ..
Tuhan Putra ..
dan Tuhan Roh Kudus ..

Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putusku pada akhirnya.

Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan." "Yang mana yang Anda belum paham?" tanya Pastur. Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA.

Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.

"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," tanyaku lebih mendalam.

Dosen menjawab, "Tidak bisa!" Aku jawab bisa saja, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh. Mengapa tidak boleh?

Tanya saya semakin tak mengerti. "Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur. Aku katakan, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana? "Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri.

Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur: "Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab. "Coba Anda jawab!"

Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu. "Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi. "Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan. "Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran.

Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia. Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas.

Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini 'kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?.

"Sebetulnya saya tahu," ucapku. "Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya? Coba jelaskan!" tantang mereka.

"Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah." "Apa maksud Anda?" Mereka semakin tak mengerti.

Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah."

Keluar dari Biara ...

Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja. Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi.

Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi. Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. 

Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Aku Tuhanmu'? Tidak pernah ada.

Mereka kaget sekali dan menganggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemuan berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an.

Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu. Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam.

Subhanaallah ... Saya mengambil keputusan besar, keluar dari biara. Itu melalui proses berbagai pertimbangan dan perenungan yang dalam, termasuk melalui surat dan ayat. Bahkan, saya sendiri mengenal sosok Maryam yang sesungguhnya dari al-Qur'an surat Maryam.

Padahal, dalam doktrin Katholik, Maryam menjadi tempat yang sangat istimewa. Nyaris tidak ada doa tanpa melalui perantaranya. Anehnya, tidak ada Injil Maryam. Jadi saya keluar dengan keyakinan bahwa Islam agama Allah.

Tapi masih panjang, tidak hari itu saya bersyahadat. Enam tahun kemudian aku baru mengucapkan dua kalimah syahadat. Selama enam tahun, saya bergelut untuk mencari. Saya diterpa dengan berbagai macam persoalan, baik yang sedih, senang, suka dan duka. Sedih, karena saya harus meninggalkan keluarga saya. Reaksi dari orang tua tentu bingung bercampur sedih.

Sekeluarnya dari biara, aku melanjutkan kuliah ke Universitas Atmajaya. Kemudian aku menikah dengan orang Katholik. Harapanku dengan menikah adalah, aku tidak lagi terusik oleh pencarian agama. Aku berpikir, kalau sudah menikah, ya selesai!

Ternyata diskusi itu tetap berjalan, apalagi suamiku adalah aktifis mahasiswa. Begitu pun dengan diriku, kami kerap kali berdiskusi. Setiap kali kami diskusi, selalu berakhir dengan pertengkaran, karena kalau aku mulai bicara tentang Islam, dia menyudutkan.

Padahal, aku tidak suka sesuatu dihujat tanpa alasan. Ketika dia menyudutkan, aku akan membelanya, maka jurang pemisah itu semakin membesar, sampai pada klimaksnya. Aku berkesimpulan kehidupan rumah tangga seperti ini, tidak bisa berlanjut, dan tidak mungkin bertahan lama.

Aku mulai belajar melalui ustadz. Aku mulai mencari ustadz, karena sebelumnya aku hanya belajar Islam dari buku semua. Alhamdulillah Allah mempertemuka saya dengan ustadz yang bagus, diantaranya adalah Kyai Haji Misbah (alm.). Beliau ketua MUI Jawa Timur periode yang lalu.

Aku beberapa kali berkonsultasi dan mengemukakan niat untuk masuk Islam. Tiga kali ia menjawab dengan jawaban yang sama, "Masuk Islam itu gampang, tapi apakah Anda sudah siap dengan konsekwensinya?" "Siap!" jawabku. "Apakah Anda tahu konsekwensinya?" tanya beliau. "Pernikahan saya!" tegasku.

Aku menyadari keinginanku masuk Islam semakin kuat. "Kenapa dengan perkawinan Anda, mana yang Anda pilih?" Tanya beliau lagi. "Islam" jawabku tegas.

Akhirnya rahmat Allah datang kepadaku. Aku kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau. Waktu itu tahun 1983, usiaku 26 tahun. Setelah resmi memeluk Islam, aku mengurus perceraianku, karena suamiku tetap pada agamanya.

Pernikahanku telah berlangsung selama lima tahun, dan telah dikaruniai tiga orang anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Alhamdulillah, saat ini mereka telah menjadi muslim dan muslimah.

Shalat pertama kali ...

Setelah aku mengucapkan syahadat, aku tahu persis posisiku sebagai seorang muslimah harus bagaimana. Satu hari sebelum ramadhan tahun dimana aku berikrar, aku langsung melaksanakan shalat.

Pada saat itulah, salah seorang kakak mencari saya. Rumah cukup besar. Banyak kamar terdapat didalamnya. Kakakku berteriak mencariku. Ia kemudian membuka kamarku. Ia terkejut, 'kok ada perempuan shalat? Ia pikir ada orang lain yang sedang shalat. Akhirnya ia menutup pintu.

Hari berikutnya, kakakku yang lain kembali mencariku. Ia menyaksikan bahwa yang sedang shalat itu aku. Selesai shalat, aku tidak mau lagi menyembunyikan agama baruku yang selama ini kututupi. Kakakku terkejut luar biasa. Ia tidak menyangka adiknya sendiri yang sedang shalat. Ia tidak bisa bicara, hanya wajahnya seketika merah dan pucat.

Sejak saat itulah terjadi keretakan diantara kami. Agama baruku yang kupilih tak dapat diterima. Akhirnya aku meninggalkan rumah. Aku mengontrak sebuah rumah sederhana di Kota Surabaya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, tentu ibuku tak mau kehilangan. Beliau tetap datang menjenguk sesekali. Enam tahun kemudian ibu meninggal dunia.

Setelah ibu saya meninggal, tidak ada kontak lagi dengan ayah atau anggota keluarga yang lain sampai sekarang. Aku bukannya tak mau berdakwah kepada keluargaku, khususnya ibuku. Walaupun ibu tidak senang, ketegangan-ketegangan akhirnya terjadi terus. Islam, baginya identik dengan hal-hal negatif yang saya contohkan di atas. Pendapat ibu sudah terpola, apalagi usia ibu sudah lanjut.

Tahun 1992 aku menunaikan rukun Islam yang kelima ... Alhamdulillah aku diberikan rejeki sehingga bisa menunaikan ibadah haji. Selama masuk Islam sampai pergi haji, aku selalu menggerutu kepada Allah, "kalau Engkau, ya Allah, menakdirkanku menjadi seorang yang mukminah, mengapa Engkau tidak menakdirkan saya menjadi anak orang Islam, punya bapak Islam, dan ibu orang Islam, sama seperti saudara-saudaraku muslim yang kebanyakan itu.

Dengan begitu, saya tidak perlu banyak penderitan. Mengapa jalan hidup saya harus berliku-liku seperti ini?" ungkapku sedikit sesal.

Di Masjidil-Haram, aku bersungkur mohon ampun, dilanjutkan dengan sujud syukur. Alhamdulillah aku mendapat petunjuk dengan perjalan hidupku seperti ini.

Aku merasakan nikmat iman dan nikmat Islam. Padahal, orang Islam yang sudah Islam tujuh turunan belum tentu mengerti nikmat iman dan Islam.

Islam adalah agama hidayah, agama hak. Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Manusia itu oleh Allah diberi akal, budi, diberi emosi, rasio. Agama Islam adalah agama untuk orang yang berakal, semakin dalam daya analisis kita, insya Allah, Allah akan memberi. Firman Allah, "Apakah sama orang yang tahu dan tidak tahu?"

Sepulang haji, hatiku semakin terbuka dengan Islam, atas kehendak-Nya pula aku kemudian diberi kemudahan dalam belajar agama tauhid ini. Alhamdulillah tidak banyak kesulitan bagiku untuk belajar membaca kitab-kitab.

Allah memberi kekuatan kepadaku untuk bicara dan berdakwah. Aku begitu lancar dan banyak diundang untuk berceramah. Tak hanya di Surabaya, aku kerap kali diundang berdakwah di Jakarta. Begitu banyak yang Allah karuniakan kepadaku, termasuk jodoh, melalui pertemuan yang Islami, aku dilamar seorang ulama.

Beliau adalah Masruchin Yusufi, duda lima anak yang isterinya telah meninggal dunia. Kini kami berdua sama-sama aktif berdakwah sampai ke pelosok desa. Terjun di bidang dakwah tantangannya luar biasa.

Alhamdulillah, dalam diri ini terus menekankan bahwa hidupku, matiku hanya karena Allah.

Sumber : ustadzpal.blogspot.com/2010/05/hidayah-irena-handono.html

Bagikan tausiyah ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share' dan undang teman-temanmu gabung dengan klik 'Invite Your Friends'

Ahli Neurology Austri membeberkan fakta mengejutkan tentang wudhu .. (Subhanallah ..!)

Tegasnya, anggota badan yang dibasuh dalam wudhu ialah daerah yang paling riskan untuk melakukan dosa.

Organ tubuh yang menjadi anggota wudlu disebutkan dalam QS al-Maidah [5]:6, adalah wajah, tangan sampai siku, dan kaki sampai mata kaki. Dalam hadis riwayat Muslim juga dijelaskan bahwa, air wudlu mampu mengalirkan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh mata, penciuman, pendengaran, tangan, dan kakinya, sehingga yang bersangkutan bersih dari dosa.

Kalangan ulama melarang mengeringkan air wudlu dengan kain karena dalam redaksi hadis itu dikatakan bahwa proses pembersihan itu sampai tetesan terakhir dari air wudlu itu (ma’a akhir qathr al-ma’).

Wudlu dalam Islam masuk di dalam Bab al-Thaharah (penyucian rohani), seperti halnya tayammum, syarth, dan mandi junub. Tidak disebutkan Bab al-Nadhafah (pembersihan secara fisik). Rasulullah SAW selalu berusaha mempertahankan keabsahan wudlunya.

Yang paling penting dari wudlu ialah kekuatan simboliknya, yakni memberikan rasa percaya diri sebagai orang yang ‘bersih’ dan sewaktu-waktu dapat menjalankan ketaatannya kepada Tuhan, seperti mendirikan shalat, menyentuh atau membaca mushaf Alquran.

Wudlu sendiri akan memproteksi diri untuk menghindari apa yang secara spiritual merusak citra wudlu. Dosa dan kemaksiatan berkontradiksi dengan wudlu.[] (situslakalaka)

Wallahu’alam bishshawab, ..
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ....

Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

Bantahan Profesor Tentang Proses Penciptaan Manusia

Ini Tidak Mungkin! Muhammad Pasti Menggunakan Mikroskop!

Dr. Keith L. Moore, MSc, PhD, FIAC, FSRM : Dia adalah Presiden AACA (American Association of Clinical Anatomi ) antara tahun 1989 dan 1991.

Ia manjadi terkenal karena literaturnya tentang mata pelajaran Anatomi dan Embriologi serta dengan puluhan kedudukan dan gelar kehormatan dalam bidang sains.

Dia menulis bersama profesor Arthur F. Dalley II, Clinically Oriented Anatomy, yang merupakan literatur berbahasa Inggris yang paling populer dan menjadi buku kedokteran pegangan di seluruh dunia, digunakan oleh para ilmuwan, dokter, fisioterapi dan siswa seluruh dunia.

Pada suatu waktu, ada sekelompok mahasiswa yang menunjukkan referensi Al Qur'an tentang 'Penciptaan Manusia' kepada Profesor Keith L Moore, lalu sang Profesor melihatnya lalu barkata :

"Tidak mungkin ayat ini ditulis pada tahun 7 Masehi, karena apa yang terkandung di dalam ayat tersebut adalah Fakta Ilmiah yang baru diketahui oleh Ilmu Pengetahuan Moderen! Ini Tidak Mungkin, Muhammad pasti menggunakan Mikroskop!"

Para Mahasiswa tersebut lalu berkata :
"Prof, bukankah saat itu Mikroskop juga belum ada?"
"iya iya saya tau, saya hanya bercanda, tidak mungkin Muhammad yang megarang ayat seperti ini" jawab sang profesor....

***

Dalam Firman Allah :

"Kemudian Kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan alaqoh (sesuatu yangmelekat), lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami menjadikannya mahluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik" [QS. Al Mu'minuun: 13-14]

Jika di cermati lebih dalam, sebenarnya 'alaqoh' dalam pengertian Etimologis yang biasa di terjemahkan dengan 'segumpal darah' juga bermakna 'penghisap darah', yaitu lintah. Padahal tidak ada pengumpamaan yang lebih tepat ketika Embrio berada pada tahap itu, yaitu 7-24 hari, selain seumpama lintah yang melekat dan menggelantung di kulit. Embrio itu seperti menghisap darah dari dinding Uterus, karena memang demikianlah yang sesungguhnya terjadi, Embrio itu makan melalui aliran darah. Itu persis seperti lintah yang menghisap darah. Janin juga begitu, sumber makanannya adalah dari sari makanan yang terdapat dalam darah sang ibu.

Ajaibnya, Embrio Janin dalam tahap itu jika di perbesar dengan mikroskop bentuknya benar-benar seperti lintah. Dan hal itu tidak mungkin jika Muhammad sudah memiliki pengetahuan yang begitu dahsyat tentang bentuk janin yang menyerupai lintah lalu menulisnya dalam sebuah buku. Padahal pada masa itu belum di temukan Mikroskop dan Lensa. Jelas itu adalah pengetahuan dari Tuhan, itu wahyu dari Allah SWT, yang Maha Mengetahui segala Sesuatu.

Ayat tersebutlah yang membuat sang profesor akhirnya memeluk agama islam dan merevisi beberapa kajian ilmiahnya karena Al Qur'an ternyata telah menjawab beberapa bagian yang selama ini membuat yang profesor gusar dan merasa materi yang ditelitinya selama ini terasa belum lengkap atau ada tahapan dari perkembangan Embrio yang kurang.

Subhanallah

Sumber : Zilzaalblogspot.com

Sorban

PUJILaje

Tentang Sorban... - 2009/10/04 06:14
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semoga ALLAH SWT terus mencurahkan nikmat sehat & nikmat panjang umurNya untukmu... Guruku tercinta....
Ana ingin penjelasan tentang makna warna sorban, yg berhak menggunakan sorban & segala hal yg berkaitan dengan sorban...mohon kesediaan habib untuk menjelaskannya...!
Terima kasih sebelumnya....Mohon maaf lahir & batin
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh



munzir

Re:Tentang Sorban... - 2009/10/05 18:52
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda, Saudaraku yg   kumuliakan, sorban yg anda maksud adalah yg dikepala atau yg dibahu?, kita bahas yg dikepala, ia adalah sunnah Rasul saw, demikian yg dibahu.
Rasul saw selalu memakai sorban putih, namun pernah memakai hitam.semua muslim boleh memakainya karena sunnah Rasul saw
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a'lam

PUJILaje

Re:Tentang Sorban... - 2009/10/13 18:38
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Semoga ALLAH terus mencurahkan nikmat sehat & nikmat Panjang umurNya untukmu ....guruku tercinta Alhamdulillah akhirnya kesempatan untuk berkomunikasi dengan dirimu ku dapatkan.gini Bib...dlm hal ini sorban yg ana maksudkan adalah yg sering dikenakan di bahu, mohon penjelasan makna warnanya, yg berhak mengenakannya,adakah kisah2 riwayatnya, dan lain sebagainya Terima kasih atas waktunya...semoga tidak menjadi terbuang sia2 waktumu ya Guruku krn menjawab pertanyaan manusia yg bodoh & hina ini
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
Salam rindu....serindu-rindunya
Salam takzim...setakzim-takzimnya...untukmu Guruku tercinta....


munzir

Re:Tentang Sorban... - 2009/10/15 11:26
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
sorban dipundak disebut rida, Rasul saw selalu memakainya, demikian pula para sahabat radhiyallahu'anhum, namun sebagian ulama ada yg mengelompokkan bahwa rida hijau adalah untuk ulama, dan rida merah adalah untuk pengajar yg belum menjadi ulama besar, dan rida putih untuk santri, dan rida warna lain adalah untuk umum.
namun adapula yg mengelompokkan bahwa rida hijau adalah untuk ahlulbait Rasul saw, dan rida merah untuk para sufi, dan rida putih adalah untuk para ulama,
namun saya mengikuti Guru mulia, tidak membedakan warna rida, yg jelas memakai rida, bisa hijau, atau warna lainnya.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a'lam

tholabulilmi

Mau tanya tentang Hadits keutamaan Bersorban - 2008/02/12 19:30
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh yaa habiibana ahmaduhu Wanusholli 'Ala Rasulillahil karim amma ba'du
Yaa habiibana, semoga habibana, keluarga habibana dan jamaah kaum muslimin semua dalam keberkahan dan lindungan dari Alloh SWT selalu..amin
Ya habibana, saya mengingikan penjelasan dari habibana masalah keutamaan2 bersorban ini..Saya lemah dalam ilmu hadits, sehingga sudah sepantasnyalah saya bertanya kepada habibana yang mulia..
Habibana, saya membaca suatu artikel dari suatu situs di internet memgenai hadits2 keutamaan bersorban dan dalam artikel tersebut disebutkan bahwa hadits2 tentang keutamaan bersorban tersebut dhoif, sehingga tidak bisa dipakai hujjah untuk beramal..
Yaa habibana, apabila habibana tidak keberatan, sudilah kiranya habibana memberikan penjelasan atas artikel-artikel tersebut. Apabila habibana tidak keberatan saya akan copikan artikel tersebut dari situsnya..

Dhoifnya Hadits Keutamaan Bersurban Februari 5, 2008
Posted by Abu Aqil As-Salafy in fiqh.
trackback
Hadits dari Jabir Radhiallohu ‘anhu, Telah bersabda Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam,
ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة بلا عمامة
“Dua rakaat sholat dengan memakai surban lebih baik dari pada sholat 70 rakaat tanpa memakai surban”
Hadits ini diriwayatkan oleh As-Suyuti dalam Jami’us Shoghir, Ad-Dailami dalam Musnad Al-firdaus, Al-Munawiy dalam Syarhul Jami’
As-Syeikh Nashiruddin Al-Albani -rahimahullohu ta’ala- berkata dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoifah I/251, “Hadits ini Maudhu’ / Palsu” Dalam periwayatannya ada seseorang bernama Thoriq bin Abdurrahman, Imam Ad-Dzahabi telah menjelaskannya dalam kitab “Ad-Dhu’afa” beliau berkata, An-Nasa’i berkata: “Hadits ini tidak kuat”.
Sedangkan hadits serupa yang berasal dari periwayatan Muhammad bin Ajlan, Telah disebutkan oleh Al-Bukhary dalam kitab “Ad-Dhu’afa”, Al-Hakim berkata; “Dia sedikit hafalan”. As-Sakhawy berkata; “Hadits tersebut tidak dapat dipercaya”
Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanyai tentang sebuah hadits yang diriwayatkan Suhail dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh bersabda,
صلاة بعمامة أفضل من سبعين صلاة بغير عمامة
“Sholat dengan surban lebih baik daripada 70 sholat dengan tidak bersurban”
Maka Imam Ahmad menjawab, “Ini Penipuan, Ini Bathil”
Juga hadits yang berbunyi;
إن الله عز وجل و ملائكته يصلون على أصحاب العمائم يوم الجمعة
“Sesungguhnya Allah Azza wa jalla dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang memakai surban dihari jumat.”
Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam “Al-Kabir” Dan Abu Nu’aim, dalam Al-Hilyah 5/189-190 dari jalur Al-Ala’ bin Umar Al-Hanafi, dari Ayyub bin Mudrak dari Makhul dari Abu Darda’ secara marfu’.
Ibnul Jauzi dalam “Al-Maudhu’at” berkata, “Hadits ini tiada asalnya” Ayyub telah menyendiri dalam periwayatanya. Alhaitsami dalam “Majma 2/176″ menegaskan, Dalam periwayatanya ada Ayyub bin Mudrak yang dikatakan oleh Ibnu Ma’in, “bahwa ia Penipu.”
Asy-Syeikh Nashiruddin Al-AlBani berkata dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhoifah 1/292, Hadits ini Madhu’.

Masih banyak lagi hadits-hadits serupa yang menceritakan tentang keutamaan sholat memakai surban, namun kesemua hadits itu dhoif bahkan kebanyakan hadits-hadits tersebut adalah palsu.
Selain itu, Kita memahami bahwa tidaklah mungkin hanya dengan sholat memakai surban dapat melebihi pahala sholat berjamaah. Padahal sebagaimana telah diketahui bahwa sholat berjamaah itu sunnat mu’akkad, bahkan pendapat yang kuat adalah bahwa sholat berjamaah adalah wajib bagi setiap laki-laki sebagaimana hadits tentang dialog Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam dengan Ibnu Ummi Maktum.
Jika benar hadits-hadits tentang keutamaan bersurban itu berasal dari Nabi Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam, tentunya orang-orang akan mencukupi sholat dirumah dengan memakai surban dan tidak perlu menghadiri sholat jamaah karena toh pahalanya lebih besar dari pada sholat berjamaah.
Asy-Syeikh Nashiruddin Al-AlBany -rahimahullohu ta’ala- mengatakan,
و الراجح أنها من سنن العادة لا من سنن العبادة
“Dan pendapat yang rojih/kuat, Sesungguhnya ianya (surban) adalah termasuk adat (orang arab) bukan ibadat”.
[Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoifah: 1/253]

Penutup
Setelah mengetahui kedhoifan/kelemahan hadits-hadits keutamaan memakai surban, tentunya tidaklah dibenarkan seorang muslim menggunakan hadits dhoif tersebut dalam beramal. Hal ini dikarenakan bahwa hadits-hadits dhoif ada dalam posisi lemah, dan bagaimana mungkin kita bersandar pada sesuatu yang lemah ?

munzir

Re:Mau tanya tentang Hadits keutamaan Bersorban - 2008/02/13 02:49 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kebahagiaan dan Cahaya Kelembutan Nya swt semoga selalu menaungi hari hari anda dan keluarga,
Saudaraku yg kumuliakan,
Lucu sekali pembahasan mereka ini,
saya jawab secara singkat saja, ketahuilah bahwa sorban itu bukan adat orang arab saja, tapi sunnah Nabi saw, Rasulullah saw memakai surban.
1. dari Amr bin Umayyah ra dari ayahnya berkata : Kulihat Rasulullah saw mengusap surbannya dan kedua khuffnya (Shahih Bukhari Bab Wudhu, Al Mash alalKhuffain).
2. dari Ibnul Mughirah ra, dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw mengusap kedua khuffnya, dan depan wajahnya, dan atas surbannya (Shahih Muslim Bab Thaharah)
3. para sahabat sujud diatas Surban dan kopyahnya dan kedua tangan mereka disembunyikan dikain lengan bajunya (menyentuh bumi namun kedua telapak tangan mereka beralaskan bajunya krn bumi sangat panas untuk disentuh). saat cuaca sangat panas. (Shahih Bukhari Bab Shalat).
4. Rasulullah saw membasuh surbannya (tanpa membukanya saat wudhu) lalu mengusap kedua khuff nya (Shahih Muslim Bab Thaharah)
dan masih belasan hadits shahih meriwayatkan tentang surban ini, mengenai hadits hadits dhoif itu yg disebutkan, seandainya kesemua hadits itu tidak ada, cukuplah hadits Nabi saw : "Barangsiapa yg tak menyukai sunnahku maka ia bukan golongangku" (Shahih Bukhari).
silahkan bantah sunnah Nabi saw, dan itu tanda keluarnya mereka dari ummat Nabi saw.
Imam Syafii mengeluarkan fatwa bila seorang muslim menghina sunnah maka hukumnya kufur.
mengenai Albaniy sungguh ia tak mempunyai sanad, ia adalah orang biasa yg menukil nukil hadits dari buku buku yg ada, ia bukan muhaddits dan tak berhak menilai hadits, karena ia tak punya satu sanadpun, bagaimana disebut muhaddits?
orang yg tak punya sanad maka fatwanya mardud (tertolak), hujjahnya dhoif dan tak bisa dijadikan dalil untuk berfatwa.

bukti dari kedangkalan pemahamannya adalah pengingkarannya atas sunnah sayyidina Muhammad saw yg jelas jelas teriwayatkan dalam hadits hadits shahih Bukhari, sedangkan Shahih Bukhari adalah kitab hadits terkuat dari seluruh kitab hadits.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a'lam


Siwak (Membersihkan gigi sebelum melaksanakan amal ibadah dengan akar kayu siwak)

Sholat dua raka’at dengan bersiwak adalah lebih afdhal daripada tujuh puluh raka’at tanpa bersiwak.

Sebuah hadits berbunyi, “Perhatikanlah siwak, karena di dalamnya terdapat 10 keutamaan :
1. Membersihkan mulut
2. Menyebabkan Allah ridha
3. Membuat syathan marah
4. Membuat Allah cinta dan para malakat-Nya pun cinta
5. Menguatkan gigi
6. Menghilangkan kotoran
7. Mewangikan mulut
8. Mengurangi kekuningan
9. Memperjelas penglihatan
10. Menghilangkan bau mulut

Dan bersiwak adalah sunnah Rasulullah saw (Munabbihat Ibnu Hajar)

Menurut para ulama salah satu dari 70 keutamaan bersiwak adalah akan dimudahkan mengucapkan kalimat syahadat sewaktu meninggal dunia.

(Himpunan Fadhilah amal Maulana Muhammad Sakariya Al-Kandahlawi Rah. A. diterjemahkan oleh Ust. A Abdurachman Ahmad)

Rasulullah saw bersabda kepada mereka, “Maukah aku kabarkan kepadamu tentang orang-orang yang bisa mendapatkan harta lebih banyak dan lebih singkat waktunya ? Mereka adalah orang-2 yang mengerjakan sholat subuh dengan berjama’ah dan setelah selesai shalat terus duduk ditempatnya hingga matahari terbit, kemudian shalat sunnah 2 raka’at.” Dalam waktu yang singkat orang tersebut akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.

Syaqiq Balkhi, seorang syaikh dan ahli sufi yang masyhur berkata, “Kita mendapatkan lima hal melalui lima jalan, yakni :.
1. Berkah reseki akan diperoleh melalui shalat Dhuha
2. Cahaya didalam kubur melalui shalat Tahajjud
3. Kemudahan dalam menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir melalui membaca Al-Qur’an
4. Kemudahan melintasi shirat melalui shaum dan shadaqah
5. Mendapatkan lindungan Arsy Ilahi pada hari Hisab melalui dzikrullah. (Nazhatul Majalis)


Faqih
AlMuqaddam

Siwak - 2008/12/27 01:46 Assalaaamualaikum Wr. Wb.

Ya Habibi yg saya muliakan semoga antum selalu dalam keadaan sehat walafiat,
Ana ingin bertanya ttg siwak,
1. Bagaimana tata cara memakai siwak yg disunnahkan Rasul SAW?
2. Jika kita ingin memulai shalat kemudian bersiwak terkadang disaat shalat ada kayu siwak yg menyangkut di gigi bagaimana hukumnya?
3. Saya pernah mendengar Rasul SAW sebelum tidur bersiwak, apakah benar bib? kemudian bagaimana cara tidur yg baik menurut Rasul SAW?
mohon maaf bila pertanyaan ana menyita waktu Antum, Jazakumullahkhair,

wassalaamualaikum.


munzir

Re:Siwak - 2008/12/28 04:05 Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Rahmat dan Kebahagiaan Nya semoga selalu menerangi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
1. dijelaskan oleh Imam Ghazali bahwa disunnahkan bersiwak memulai dari tengah jajaran gigi atas, lalu menggosokkan siwak kekanan sampai ujung barisan gigi kanan atas, lalu turun ke barisan gigi kanan bawah, lalu digosokkan pada barisan gigi bawah ketengah, lalu naik lagi ke barisan gigi atas dan digosokkan ke kiri sampai ujung barisan gigi kiri atas, lalu turun ke ujung barisan gigi kiri bawah, lalu digosokkan ketengah barisan gigi bawah.
demikian diulang 3X.
2. hendaknya melontarkannya keluar jika potongan besar, jika kecil maka dimaafkan
3. Rasul saw bersiwak sebelum tidur, dan sebelum memulai hal hal lainnya, dan disunnahkan bersiwak dalam memulai segala hal.
Cara tidur yg disunnahkan Rasul saw adalah berwudhu, memadamkan lampu, merebahkan diri menghadap ke kanan, dan ia jadikan kanannya itu adalah arah kiblat, lalu berdzikir, banyak riwayatnya dzikis sebelum tidur, diantaranya membaca subhanallah 33X, Hamdalah 33X, Takbir 34 X.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a'lam


Dibalik kerudung (perjuangan mempertahankan keyakinan)

Assalamualaikum Wr Wb.Sebelum aku memulai cerita aku ini, izinkanlah aku untuk memohon maaf apabila ada pihak2 yang tidak berkenan dengan cerita aku ini, terutama keluargaku. Untuk itu nama2 orang dan tempat tidak akan aku sebutkan. Aku ucapkan terimakasih untuk Retno (bukan nama sebenarnya) dari Univ. T. di kotaku yang mau menuliskan kisah sejati aku ini. Semoga kisah sejati aku ini menjadi inspirasi buat orang yang membacanya atau mengalami hal yang sama. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan Hidayah pada kita semua.

Aku, panggil saja "Mawar", beurusia 30an thn dilahirkan di sebuah pulau di sebrang pulau jawa, di kota P. Aku lahir sebagai anak terakhir dari 4 besaudara. Kakakku yang pertama dan kedua, laki2, sedangkan yang ketiga perempuan. Kami berasal dari keluarga keturunan dan kami merupakan generasi ke 4 yang sudah menetap di negri ini. Kakek buyut kami merupakan pendatang dari negri jauh dr sebrang di awal abad 20. Keluarga kami memulai bisnis benar2 dari bawah, menurut cerita orang tua kami, dulu kakek buyut kami hanya berjualan dengan pikulan bahan2 kebutuhan pokok seperti gula, garam, beras dll keluar masuk kampong. Usahanya baru berkembang dengan pesat setelah pada tahun2 awal setelah kemerdekaan, pemerintah pada waktu itu mulai menggalakan usaha yang dilakukan oleh bangsa sendiri/pribumi. Waktu itu dikenal istilah AliBaba. Ali untuk pangggilan pribumi, sedangkan Baba untuk warga keturunan seperti kami. Waktu itu pengusaha pribumi asli diberikan kemudahan perizinan usaha, bahkan mengimport dari negara2 lain, tapi umumnya mereka tidak punya banyak modal. Waktu itu banyak warga keturunan yang mempunyai banyak modal kemudian membeli ijin usaha yang diperoleh olah para bribumi tsb, sehingga mereka secara mudah melakukan export import dengan negri2 tetangga (singapura, Malaysia, hongkong, dll) yang pada waktu itu memang juga dikuasai olah warga dari etnis kami. Singkat cerita, bisnis keluarga kami benar2 menjadi semakin besar dan merambah ke segala bidang, mulai dari pertambangan, tambang emas, property, perkebunan, dll. Boleh dibilang kekayaan keluarga kami sudah diatas rata2 dari orang kaya di negri ini, above than ordinary rich. Harta kekayan kami yang amat melimpah itu sampai orang tua kami kadangkala risau seandainya tiba2 kami sekeluarga (tiba2) meninggal sehingga tak ada yang mengurus harta yang sedemikian banyaknya itu. Untuk itu kami sekeluarga tak pernah melakukan perjalanan dengan pesawat secara bersama2. Andai kami sekelurga akan melakukan liburan pada saat dan tempat yang sama, maka biasanya kami dibagi menjadi 2 atau 3 penerbangan, Papa dan mama satu pesawat, dan kami sisanya juga dibagi 2 penerbangan yang lain. Sehingga apabila terjadi sesuatu musibah, maka akan tetap ada bagian keluarga kami yang masih selamat, dan tetap bisa mengurus bisnis dan kekayaan kami. Aku sengaja cerita panjang lebar latar belakang keluarga kami, sebab ini akan berhubungan sekali secara emosi dengan kisah aku selanjutnya. Papa kami lahir dan dibesarkan di pulau ini, selepas sekolah menengah atas beliau melanjutkan sekolah bisnis di negri H, sehingga begitu kembali ke negri ini, beliau manjadi businessman yang amat handal, dan mempunyai banyak teman2 bisnis di berbagai negara. Papa sebenarnya orang yang rendah hati, pendiam, bicaranya terukur dan seperlunya, jarang marah pada anak2nya. Sedangkan mama, sebenarnya berasal dari pulau lain, dia dulu pernah bekerja pada perusahaan kakek kami (orang tua dari papa), sebelum akhirnya bertemu papa dan menikah. Mama orangnya keras, pintar, lincah, banyak pergaulan, sehingga kadang kami berpikir, papa seperti takluk pada mama. Banyak kebijakan perusahaan yang berasal dari ide mama, dan memang selalu sukses. Papa dan mama, memang pasangan yang serasi, saling mengisi kekurangan. Masa kecil aku lalui dengan penuh kebahagian, dan sejak SD sampai SMA aku disekolahkan disebuah sekolah swasta terkemuka di kota kami, yang siswanya banyak berasal dari anak2 pejabat, bupati, gubernur, dll. Aku berbaur dengan siapapun tanpa memandang golongan, agama dan ras. Kadang aku diundang untuk mampir bermain kerumah mereka (anak bupati, gubernur) sepulang sekolah, sehingga aku mengenal labih dekat dengan keluarga mereka. Ini pula yang kelak bermanfaat buat perusahaan keluarga aku. Di sekolah kami, ada pelajaran agama untuk tiap2 pemeluknya. Pada saat itu tiap ada jadwal pelajaran agama tertentu, maka bagi pemeluk agama yang lain diperbolehkan keluar kelas, tapi boleh juga tetap tinggal dikelas apabila memang menghendaki. Jadi misalnya hari ini giliran pelajaran agama Islam, maka murid2 non muslim diperbolehkan meninggalkan kelas, begitupula sebaliknya apabila ada pelajaran agama lain. Tapi aku sendiri sering tetap tinggal dikelas mendengarkan apa yang diajarkan ibu guru agama Islam di kelas kami.

Saudara2 ku semua....

Entah kenapa aku yang sejak lahir dididik secara non muslim, bahkan tiap minggu aku beribadah di tempat ibadah kami, merasa tertarik dengan ajaran agama Islam. Aku sendiri tak tahu datangnya dari mana. Semacam ada panggilan dari hati aku yang paling dalam, tapi saat itu aku pikir mungkin itu hanya rasa keingintahuan semata, bukan mendalami secara jauh dan mendalam. Tiap mendengar azan, entah kenapa hati aku selalu bergetar. Dirumah kami yang besar, kadang hanya aku seorang diri, orang tua kami selalu sibuk di Jakarta sehingga hanya beberapa hari dirumah dalam sebulan, kakak2 aku ada yang sudah kuliah di luar negri, sehingga rumah mampunyai 6 kamar yang besar2, yang seharusnya cukup untuk menampung 20 orang, hanya dihuni oleh aku sendiri. Pembantu, sopir, satpam, tinggal di pavilion kusus untuk mereka yang terletak terpisah dengan rumah induk. Dalam kesunyian itu hati aku merasa sejuk tiap mendengar ayat suci Al Quran yang kadang tak sengaja aku dengarkan di TV. Kembali ke pelajaran agama di kelas. Entah mengapa aku makin tertarik untuk mendalami ajaran agama Islam tiap ada pelajaran agama dikelas. Melihat ibu guru yang mengenakan kerudung, dengan wajah yang bersih, bersinar, hati aku terasa sejuk. Dengan melihat wajah ibu guru itu saja aku sudah merasa damai. Tanpa aku sadari kadang aku mencatat apa yang ibu guru iru ajarkan, bahkan aku mulai hapal diluar kepala ayat2 yang pendek2. Itu semua benar2 terjadi begitu saja, tanpa ada aku sadari dan tanpa bisa dicegah oleh diri aku sendiri. Pernah ibu guru tsb menghampiri aku yang tak sengaja, secara reflex mencatat pelajaran tetang haji yang dia tulis di papan tulis. Beliau tahu aku non muslim, dan menghampiri tempat duduk ku, jantung ku derdebar keras membayangkan kemungkinan aku diusir dari kelas. Tetapi.....ternyata beliau dengan senyumnya ramah melihat catatan yang aku tulis, sambil berkata, "Insya Allah kelak suatu saat Mawar bersama dengan ibu melaksanakan ibadah Haji ya.." Sejak saat itu hubunganku dengan Ibu guru (sebut saja ibu guru Aisyah) makin akrab, aku hampir tidak sabar menunggu datangnya hari pelajaran ibu Aisyah. Hubunganku dengan beliau bagai anak dan ibu. Tetapi saat itu aku juga tetap mengikuti pelajaran agama yang saat itu masih aku anut, walau lebih banyak melamun, bahkan tidak mencatat sama sekali apa yang diajarkan. Sebagai gadis remaja, tinggiku sekitar 160cm, tentu sedang mekar2nya dan giat2nya mancari pacar. Teman2ku banyak yang mengatakan kalau tubuhku indah, proporsional, berwajah oriental, bakalan banyak menarik perhatian laki2. Plus dengan latar belakang keluarga ku yang amat berkecukupan, makin banyak laki2 yang tergila2 padaku. Entah kenapa saat itu aku tidak tertarik dengan laki2 yang berasal dari etnis ku. Tiap hari jumat melihat siswa2 pria melakukan ibadah shalat jumat, hatiku langsung bergetar, membayangkan andai salah seorang dari mereka adalah pacarku, dengan wajah bersih bersinar dan masih basah tetesan air wudhu, berjalan ke masjid di seberang sekolah, ah...alangkan indahnya membayangkan wajah2 tersebut. Tapi saat itu aku tahu diri, aku yang berasal dari etnis keturunan, apakah ada laki2 pribumi yang mau menjadikan aku pacarnya. Aku tahu masih banyak dari mereka yang membedakan ras, dan berpacaran dengan ras kami masih dianggap memalukan, bahkan bisa jadi ejekan dan gunjingan dilingkungan keluarganya. Aku pernah berpacaran dengan anak bupati dikota ku, tapi kemudian dia memutuskan hubungan kami, dikarenakan ayahnya akan mencalokan diri menjadi Gubernur,dan dia tidak mau ada anggota keluarganya yang bisa menghambat pencalonan tsb. Misalnya anaknya dengan berpacaran dengan ras lain (??). Walau alasan itu amat sangat mengada2 tapi aku terima dengan lapang dada. Memang aku sudah menyadari akan ada penolakan, karena aku berasal dari etnis non pribumi. Aku tahu orang tuanya tentu tak merestui anaknya berhubungan terlalu jauh dgn orang yang bukan dari ras mereka, dan berlainan agama. Walau begitu hatiku sudah bulat untuk kelak memiliki pasangan hidup seorang pribumi, dan aku bahkan bersedia memeluk Islam sebagai agama ku. Kelak keputusan hidupku ini akan menjadi perjalanan panjang dan penuh cobaan dalam hidupku. Selepas SMA aku melanjutkan study ke Ausie lalu ke negri paman sam, mengikuti kakak2 ku yang sudah berada disana. Tak banyak yang perlu aku ceritakan dgn masa2 studiku disana. Hampir 5 tahun kemudian aku kembali ke tanah air, dengan gelar master di tangan dan aku mengabdi ke perusahaan keluargaku untuk membesarkan bisnis mereka. Dalam waktu singkat perusahaan kami memperoleh profit yang amat meningkat, dan terus membesar, serta mulai merambah ke banyak sektor bisnis. Aku banyak memiliki akses ke para petinggi di daerahku karena semasa sekolahku dulu aku sudah mengenal beberapa keluarga mereka. Semua urusan perijinan yang menyangkut perusahaanku, bisa aku selesaikan dengan mudah. Aku masih tetap melajang di pertengahan usia 20an tahun. Banyak pria2 yang berusaha menarik perhatian ku, dari pengusaha2 muda yang sukses bahkan sampai pemilik perusahaan2 besar. Tapi hatiku tak bergetar sama sekali. Aku belum menemukan seseorang yang benar2 menjadi soulmate ku. Sekedar mencari suami amatlah mudah bagiku, ibarat hanya menjentikan jari maka puluhan pria akan mendatangi ku. Tapi aku benar2 mancari seorang soulmate, belahan jiwa sejati untuk mendampingi ku. Sampai suatu ketika perusahaan kami memperoleh karyawan baru dari kantor cabang kami di pulau Jawa. Orangnya 3 tahun lebih tua dari ku, wajahnya bersih, dia berasal dari etnis pribumi Jawa. Tuturkatanya lemah lembut, sopan, tubuhnya tinggi, proporsional, dan ah...ini dia..dia seorang muslim yang shaleh. Sejak kedatangan dia dikantor kami, para wanita gak habis2nya membicarakan tentang dia, dan berlomba bisa mendapatkan dia. Menurut laporan kantor kami, dia amat rajin, jujur dan berprestasi di kantor yang lama, sehingga dia dipromosikan pekerjaan yang lebih tinggi dan menantang di kantor kami ini. Kebetulan kerjaan yang akan dia kerjaan akan menjadi satu divisi dengan ku. Sehingga aku akan banyak berhubungan dengan dia. Mula2 di bulan2 pertama aku masih bersikap 'Jaim' jaga image, karena aku ini anak dari pemilik perusahaan ini. Tapi lama2, hatiku gak bisa berbohong,.. hatiku sedikit tapi pasti, luluh juga...aku mulai jatuh cinta. Pernah suatu ketika sehabis mengunjungi kantor gubernur aku satu mobil dengan dia. Ditengah jalan dia minta ijin padaku untuk berhenti sebentar di masjid raya di kota ku untuk shalat ashar. Dari dalam mobil, aku perhatikan gimana dia berwudhu, lalu melangkah masuk ke masjid dan melakukan ibadah....ahhh. .andai aku kelak bisa mengikuti di belakang.... ...

Awal2nya aku memanggil dia dengan sebutan formal dikantor 'Pak' dan dia juga memanggilku 'Ibu'..tapi lama2 kelamaan secara tak sengaja aku mulai memanggil dia 'mas', karena aku sering lihat keluarga jawa memanggil orang yang lebih tua, suami, kakak, dengan sebutan mas. Mulanya dia agak rikuh tiap aku panggil demikian, tapi lama kelamaan mulai terbiasa,. Tapi itu hanya aku lakukan apabila hanya sedang berdua dengan dia, tidak didepan orang2 kantor. Akupun mulai meminta dia memanggilku 'Dik', aku merasa risih tiap kali dia panggil aku 'Ibu Mawar'. Seiring dengan waktu, sesuai pepatah jawa, "witing tresno jalaran soko kulino", cinta akan tumbuh karena terbiasa selalu bersama2.

Saudara2ku.. .

Bisa dibayangkan gimana awal kisah cinta kami...didalam mobil yang disupiri sopirku, kami sama2 duduk dibelakang. Awalnya kami hanya membicarakan dan membahas berkas2 pekerjaan, kadang secara tak sengaja tangan kami saling sentuhan. Dan dia secara sopan segera menarik, dan minta maaf..Ah..sebel rasanya..padahal akulah yang menginginkannya. Tapi itu tak berlangsung lama, pada akhirnya dia takluk juga, kadang aku biarkan tangan dia memegang berkas, lalu aku pura2 membahasnya sambil tanganku menyentuh jari dan tangannya. Kadang aku genggam jarinya,..dan lama kelamaan dia memberikan response..dia juga menggenggam tanganku...ahh. .

Kadang kalau mobil kami sudah mau sampai tujuan, aku pura2 minta supirku untuk kembali ketempat lain, aku pura2 ada yang tertinggal.. padahal aku hanya ingin berlama2 dengan dia (sebut saja mas Fariz) di mobil.

Pernah suatu ketika aku pura2 ada yang tertinggal dan suruh sopirku membawa kami berdua ke rumah ku. Begitu mobil kami memasuki halaman rumahku yang besar, wajahnya tampak pucat pasi. Dia tampak ketakutan dan gugup. Dia bilang nanti kalau papaku (alias big boss dia) akan marah kalau melihat dia jam kerja begini malah mampir kerumah dia. Aku bilang tak perlu takut, bukankah aku, anaknya big boss, yang membawa dia kesini. Hampir setahun sudah dia bekerja bersama denganku, dan hubungan kami sudah makin erat, tapi dia belum menyatakan cintanya padaku. Mungkin dia takut aku akan menolaknya, apalagi keyakinan kami pada saat itu masih berlainan. Hingga suatu ketika dia menelponku, dan mengajak bertemu disuatu restoran di luar kota, dia memintaku datang tanpa sopir. Dia tidak mau ada orang kantor yang melihat kami berdua. Di restoran itu dia menyatakan cintanya padaku...langsung saat itu juga aku terima. Dan aku katakan pada dia, kalau aku merasa mas Fariz adalah soulmate ku. Aku akan bersedia memeluk Islam mengikuti agama yang dia anut. Aku juga katakan kalau memang aku sudah sejak lama tertarik dengan agama Islam, jadi mas Fariz semoga bisa menjadi pembimbingku. Aku bisa melihat air mata dia meleleh dari kedua matanya. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat seorang laki2 berlinangan air mata karena aku, tak terasa akupun tak kuasa menahan airmataku meleleh dipipiku. Aku yakin aku sudah mendapatkan 'Soulmate' ku dan akan aku pertahankan sampai kapanpun dan dengan cara apapun. Di kantor kami tetap bekerja seperti biasa, seperti tak ada hubungan suatu apapun. Tetapi diluar kantor kami benar2 sepasang kekasih yang lagi jatuh cinta, dia mulai mengajariku shalat, dan sedikit2 bacaan doa. Dia memang benar2 lelaki yang taat, dia menjaga kesopananku, tak pernah melebihi batas, walau kadang aku yang menggoda, tapi dia selalu bilang, sabar..tunggu tanggal mainnya. Tapi serapat apapun kami tutupi hubungan kami, akhirnya sedikit demi sedikit bocor juga oleh orang2 kantor kami. Sampai akhirnya terdengar di telinga papaku. Suatu hari tiba2 papaku datang ke ruangku, padahal papaku amat sangat jarang datang ke ruang kerja ku, kalau ada keperluan biasanya aku yang dipanggil menghadap. Aku lalu diajak bicara berdua dengan beliau. Mula2 papa tidak menanyakan hubungan ku dengan Fariz, tapi sedikit demi sedikit dia mulai mengarahkan pembicaraan ke arah sana. Sampai akhirnya dia menanyakan kebenaran hubungan ku dengan Mas Fariz. Aku tak sanggup menjawab, wajahku tertunduk. Papaku terus menatapku, menunggu jawabanku. Aku tak sanggup berbohong, kalau aku bilang tidak, itu bertolak belakang dengan hati ku, sebaliknya kalau aku bilang Iya, aku khawatir kerjaan Mas Fariz akan manjadi taruhannya. Akhirnya aku hanya bisa menangis.... Keesokan harinya, Mas Fariz tidak hadir lagi dikantor,menurut orang2 kantor, dia dipindahkan kembali ke pulau Jawa mulai hari ini, dan aku mulai kehilangan kontak dengan dia. Seminggu kemudian dia menelpon ku, dia cerita panjang lebar, bahwa pada hari itu, setelah papa menemui ku, ternyata papa langsung menemui dia, dan keesokan paginya dia sudah harus kembali ke kantor yang lama. Dia juga cerita kalau keadaan makin parah, karena nyaris tiap karyawan dikantornya sudah mendengar kabar hubungan dia dengan aku. Dan banyak yang menggunjingkan kalau mas Fariz, mengincar harta dan kedudukan, karena berpacaran dengan anak pemilik perusahaan. Dia sampai berulang kali menyebut nama Allah, dan bersumpah kalau dia mencintaiku bukan karena itu semua. Dua minggu kemudian, dia memutuskan mengundurkan diri dari perusaan kami, tapi kami tetap saling berhubungan melalui telp. Dia berjanji mencoba mancari pekerjaan di perusahaan lain yang punya cabang di kotaku, sehingga bisa bekerja dikotaku dan kembali menemui ku. Tuhan memang sudah berencana, akhirnya 3 bulan kemudian mas Fariz sudah mendapat pekerjaan dan di tempatkan kembali di kotaku walau dengan gaji yang jauh lebih kecil. Dia bilang sekarang sudah bebas berhubungan dengan ku, dia tidak ada ikatan apa2 dengan perusahaan ku. Tak ada yang bisa melarang. Aku amat terharu, dia korbankan karir pekerjaannya karena aku. Aku berjanji apapun yang terjadi aku tak akan tinggalkan dia. Sekarang kami bebas behubungan tak perduli lagi dengan omongan orang2 kantor, karena dia toh tak lagi bekerja di perusahaan kami ini. Tapi ternyata papa kembali mengetahui ini, dan kali ini malahan mama ikut turun tangan. Aku diceramahi habis2an..Mereka sebenarnya tidak membeda2kan ras, mereka tidak keberatan aku berhubungan dgn siapapun, tapi mereka mulai curiga kalau aku mulai akan pindah keyakinan. Dan itu mereka kurang bisa menerima. Aku sudah jelaskan baik2 bahwa aku sudah cukup dewasa dan bisa mengambil keputusan buat hidupku sendiri tanpa tergantung papa dan mama. Ternyata jawabanku yang demikian itu membuat mereka tambah murka dan tersinggung. Mereka katakan bahwa tanpa mereka jalan hidupku tidak akan seperti ini. Banyak orang yang akan rela mati demi merasakan hidup seperti ku. Rumah mewah, sopir tersedia tiap saat, mobil mewah ada di garasi, uang melimpah, dihormati kemana aja pergi, dll. Mereka juga katakan, tanpa mereka aku tak akan pernah sanggup memperoleh kehidupan spt ini. Aku hanya menangis mendengar apa yang mama papa ku katakan. Tapi hatiku sudah bulat apapun yang terjadi aku tak akan tinggalkan Mas Fariz. Cinta pertamaku dan terakhir. Walau orang tua ku terus menentang, cintaku ke mas Fariz tak pernah surut. Akupun makin giat memperdalam agama Islam. Seringkali aku saat istirahat kantor, aku pergi ke toko buku besar di Mal. Aku baca2 buku tentang Islam. Pernah aku ajak orang kantor untuk ikut aku ke toko buku tsb. Dan dia tegur aku, karena dia pikir aku salah memilih bagian rak buku. Dia ingatkan aku kalau aku di bagian rak buku2 Islam. Aku bilang memang benar, aku mau membaca buku2 tentang Islam. Makin hari hubunganku dengan papa mama makin renggang. Padahal aku sudah bicara sebaik mungkin dengan mereka. Kakak2ku semuanya juga sudah terprovokasi. Mereka mulai menjauhiku. Kedua kakak laki2 ku sudah menikah dan menetap di Jakarta menjalankan perusaahan kami disana, sehingga papa dan mama sekarang lebih banyak menetap dikota kami. Dirumah, perlakuan mereka makin hari makin berubah terhadap ku. Aku makin dianggap bukan lagi bagian keluarga mereka. Tiap makan malam, mereka tak lagi mengajakku makan bersama2 di meja makan. Pembantu dirumah baru disuruh memanggilku untuk makan apabila papa mama dan kakak perempuanku sudah selasai makan, dan makanan yang ada dimeja makan, sisa mereka, yang aku makan. Pembantu tidak diperbolehkan menambah makanan. Bayangkan, aku memakan seadanya sisa dari mereka. Andai mereka makan ayam, maka aku hanya tinggal kebagian ceker dan kepalanya saja. Bisa dibanyangkan bagaimana sakit hatiku rasanya. Tapi aku tetap bersabar, dan mas Fariz selalu mengingatkan aku untuk tetap berbakti pada orang tua. Padahal kalau aku mau, bisa saja aku pergi ke restoran yang paling mahal di kota ku ini. Puncak dari semua itu terjadi pada suatu malam. Kakak perempuanku memang sebenarnya kasihan kepadaku, sehingga kadang dia menyimpan sebagaian makanan yang baru dimasak didapur. Sehingga pada saat mama papa selesai makan, dia diam2 menghidangkan untukku. Suatu ketika secara tak terduga, papa mama ku kembali ke meja makan, dan mereka memergoki kakak ku yang membawa makanan yang dia simpan di dapur untukku. Langsung mamaku merebut piring yang dibawa kakakku, dan melemparkannya ke lantai..Sambil menyindir, bahwa kakakku tak perlu kasihan pada ku, karena aku sanggup hidup tanpa diberi makan dari mama papa dan bisa hidup mandiri tanpa mereka. Ohh....Mereka rupanya sudah amat membenciku.. .Hancur berkeping2 hatiku pada saat itu. Aku hanya bisa menangis, tapi aku tak menyesal, dan aku akan terus bertahan dengan pilihan hidupku. Mas Fariz, menyarankan aku untuk bicara baik2 dengan mama dan papa, mudah2an mereka akan luluh dan mengerti. Suatu malam, aku berkesempatan mendatangi dan berbicara dengan mereka, dan aku secara baik2 dan sopan, tak lupa meminta maaf apabila aku salah pada mereka. Aku jelaskan baik2 pada mereka apa yang hatiku rasakan, aku tumpahkan semuanya. Tetapi justru itu membuat mereka tambah murka, mereka juga malah menuduhku telah diguna2, dan menyarankanku supaya sadar. Oh Ya Allah...Aku sehat wal afiat, Insya Allah saat itu tak ada satupun guna2 pada diriku. Semua keinginanku adalah murni dari hatiku, panggilan jiwaku, yang tak bisa lagi aku cegah. Aku jelaskan pada mama dan papa, bahwa aku sudah cukup umur, dan bukan lagi gadis remaja lagi, sehingga apapun keputusanku, aku bias pertanggungjawabkan . Aku bisa mandiri andai keputusan hidupku itu memang menghendaki demikian. Papa dan mamaku tetap pada pendirian mereka, bahkan mereka menantangku, kalau sanggup hidup mandiri, sekarang juga serahkan seluruh harta ku yang aku punya selama ini, yang aku dapat selama hidup dengan mereka. Karena tekatku sudah bulat. Malam itu pula seluruh kartu credit, ATM, buku2 bank, aku serahkan pada mereka. Uang yang aku punya benar2 hanya tinggal yang ada di dompetku. Aku sepertinya tinggal menunggu waktu saja untuk meninggalkan rumah ini. Keesokan paginya, karena ada suatu keperluan aku ingin membuka lemari besi tempat penyimpanan surat2 berharga di rumah kami. Tetapi berulang kali aku mencoba, aku tak bisa membukanya. Ternyata nomor kombinasinya sudah diubah olah mama papaku. Padahal didalamnya ada barang2 penting pribadiku, seperti Ijasah, perhiasan, dll. Aku mencoba menelpon papaku, menanyakan hal ini, dan lagi2 aku mandapatkan jawaban yang menyedihkan hatiku. Papaku menyindirku, kalau sanggup hidup mandiri, kenapa masih mau membuka lemari besi milik keluarga, pasti ada barang2 yang mau dijual didalamnya. Aku benar2 sudah dikucilkan, dan mereka benar2 mencoba menyiksaku dengan cara demikian, sehingga mereka pikir aku akan menyerah, dan akhirnya mengikuti apa yang mereka mau. Aku adukan semua itu ke mas Fariz, dan aku katakan kalau aku akan meninggalkan rumah orang tua ku. Dia tak bisa berkata apa2. Hanya ingatkan aku jangan sampai memutus silaturahmi dengan orang tua.

Saudara2 ku..

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku benar2 meninggalkan rumah. Aku akan tinggal kost didekat kantorku. Aku berpamitan baik2 pada mama dan papa ku. Tapi mereka menolehpun tidak. Aku masih punya cukup uang di dompet. Aku bersumpah tak akan meminta uang lagi sepeserpun dari mereka. Aku bertekad membuktikan kata2 ku untuk hidup mandiri tanpa harta siapapun demi mempertahankan keyakinan ku. Selama aku bekerja diperusahaan papaku, memang secara formal aku di gaji sesuai dengan posisi kerjaku di perusahaan.Tapi disamping itu tiap bulan, tentu diluar formal perusahaan, aku mendapat uang saku dari papa ku yang lumayan banyak, hampir 20x lipat dari gaji resmiku. Sehingga penghasilan total sebulan bisa cukup untuk hidup mewah setahun. Bahkan seluruh uang simpananku di bank, sudah mencapai 10digit. Tentu bukan jumlah sedikit. Bahkan mungkin cukup untuk biaya hidup seumur hidupku tanpa bekerja.

Aku berharap perusahaan papaku masih memberikan gajiku, dan itu aku anggap memang uang hasil kerjaku, bukan pemberian. Tapi diakhir bulan aku tak memperoleh sepeserpun. Aku sudah meminta agar bias diberikan cash. Ketika aku tanyakan ke bagian pembayaran gaji, ternyata mereka sudah diperintahkan papaku untuk menahan gajiku. Ya Allah, mereka benar2 melakukan cara apapun agar aku benar2 menderita dan pada akhirnya menyerah.

Saat itu juga aku langsung mengundurkan diri dari perusahaan papaku itu. Aku tinggalkan perusahaan itu selama2nya. Ketika aku adukan hal ini pada mas Fariz dia amat sangat sedih dan meminta maaf padaku, karena gara2 dia hidupku jadi menderita. Dia rela andai aku tidak kuat dan merubah keputusan. Aku peluk dia, dan aku pastikan keputusanku tak akan berubah, dan aku makin ingin bias hidup bersama dia. Saat itu hanya dialah sandaran hidupku. Dengan berlinangan air mata, dia sekali lagi menanyakan padaku, apakah aku menyesal dengan keputusanku, dan apakan aku rela bila menjadi muslimah dan menjadi istrinya. Saat itu juga aku cium tangannya, dan aku katakan, aku korbankan seluruh kehidupanku hanya untuk bias hidup bersamanya, dan aku tak akan mudur ataupun menyesalinya, apapun yang terjadi aku akan hadapi iklas lahir dan batin.

Singkat cerita, dengan diantar mas Fariz aku mengucapkan 2 kalimah sahadat di sebuah masjid dikota kami, disaksikan imam dan beberapa jemaah masjid tsb. Akhirnya penantian panjangku tercapai sudah, walau harus mengorbankan kehidupanku. Tapi aku tak pernah menyesali. Mas Fariz lalu mengajakku segera menikah di kota kelahirannya, karena kebetulan perusahaan tempat dia bekerja akan memindahkan dia ke pulau Jawa. Sebelum menikah, kami berdua mendatangi rumah papa dan mama, kami akan mohon restu baik2 pada mereka. Tetapi bapak satpam yang berjaga dipintu gerbang mengatakan kalau dia diperintahkan untuk tidak membuka pintu apabila kami berdua datang. Sebenarnya bapak satpam tersebut bersedia membuka pintu karena dia masih mengenalku. Tapi aku melarangnya, karena khawatir akan mencelakakan pekerjaan dia. Biarlah cukup aku saja yang menderita, aku tak ingin orang lain ikut terkena akibatnya. Aku tinggalkan secarik surat, yang isinya memohon doa restu dari mama papa, bahwa aku akan menikah dengan mas Fariz, juga aku katakan kalau aku sudah jadi muslimah. Aku bisa lihat mata bapak satpam itu berkaca2 sewaktu aku katakan aku sudah jadi mualaf. Awalnya keluarga mas Fariz menanyakan ketidakhadiran keluargaku dipernikahan kami. Tapi setelelah mas Fariz ceritakan panjang lebar, akhirnya keluarga mau memahami. Kami menikah secara sederhana di kota tempat keluarga mas Fariz bermukim. Keluarganya amat sangat menerimaku dengan hangat, mereka sama sekali tidak mempermasalahkan ras keturunanku. Malah ibu mertuaku amat sayang padaku. Setelah menikah, aku dan mas Fariz menetap di pulau Jawa. Aku amat sangat bahagia, bisa menjadi pendamping hidup dia. Aku merasakan dia bukan sekedar suami, tapi memang benar2 soulmate hidupku, yang aku cari2 sepanjang hidupku. Aku hidup dirumah yang sederhana dan hari2ku aku lalui dengan penuh kebahagiaan, dan aku tak mengeluh sedikitpun dengan yang mas Fariz berikan untukku. Aku tak lagi bekerja, karena aku benar2 ingin mengabdi pada suamiku, dan disamping itu semua ijasahku masih tersimpan di lemari besi di rumah mama papa, aku tak bisa melamar pekerjaan dimanapun. Aku juga tak mau meminta surat keterangan bekerja di perusahaan papaku. Aku ingin buktikan bisa hidup mandiri dengan suamiku. Mas Fariz amat sangat menyayangiku, tiap pagi sebelum berangkat ke kantor dia memeluku. Tiap hari aku bawakan dia 'lunch box' untuk makan siang karena aku tak mau makanan yang masuk ke perutnya berasal dari masakan orang lain. Aku benar2 posesif, ingin memiliki dan melayani dia secara total. Setiap hari aku bangun sebelum dia bangun, dan aku baru tidur setelah dia benar2 tidur, untuk memastikan dia sudah benar2 tak perlu aku layani lagi. Aku siapkan celana, baju, kaus kaki dia tiap pagi sebelum berangkat kerja. Sehingga dia tak perlu lagi memikirkan pakaian apa yang harus dia pakai tiap pagi. Bahkan aku potongkan kukunya bila sudah panjang Pokoknya dia benar2 aku jadikan pangeran bagi diriku. Tiap malam sebelum tidur, kami selalu mengobrol dan saling mengajarkan bahasa. Dia mengajariku bahasa jawa, sadangkan aku mengajari dia bahasa mandarin. Dia amat cepat belajar mandarin, dalam waktu singkat dia sudah menguasai beberapa kata2 yang umum diucapkan, kadang dia mengajak ku bicara mandarin dirumah. Memang perusahaan tempat dia bekerja milik keluarga dari etnis keturuan seperti aku, dan banyak behubungan dengan warga keturunan, sehingga bila mampu berbahasa mereka akan merupakan keuntungan tambahan. Suatu ketika dia pulang membawa sepeda motor, dia katakan kalau kantornya memberinya pinjaman cicilan motor. Memang hanya sepeda motor, tapi aku sangat bahagia sekali dengan yang dia dapatkan. Berulangkali dia minta maaf tidak bisa belikan aku mobil mewah seperti yang aku pernah aku miliki dulu. Aku katakan pd dia motor yang sekarang kita miliki bagiku jauh lebih mewah dari mobil yang dulu aku miliki. Karena motor ini bukan sekedar dibeli dengan uang, tapi juga cinta, yang tak akan ternilai berapapun banyaknya uang. Kehidupan perkawian kami amat indah, kalau dirumah nyaris kami tak bisa berjauan. Karena tiap hari bagi kami adalah bulan madu, maka hanya setahun kamudian lahirlah anak pertama (dan satu2nya) kami. Bayi laki2 itu kami namai ,sebut saja 'Faisal'. Mas Fariz yang membacakan Azan dan qomat, ketika bayi kami lahir. Aku merasa lengkap sudah kebahagiaanku. Tiap hari aku tambah bahagia bias merasakan ada 2 orang "Fariz" didalam rumahku. Saat mas Fariz ke kantor, aku di temai Fariz kecil, bayiku. Oh alangkah bahagianya. Aku mencintai 2 orang yang sama darah dagingnya. Tiga tahun sudah anak kami hadir bersama kami. Mas Fariz terus bercita2 ingin mendatangi orangtua ku, oma opa si Faisal. Dia benar2 ingin memperkenalkan cucu mereka dan menyatukan aku dengan papa mama ku lagi. Dia berharap dengan kehadiran Faisal, akan meluluhkan hati orang tuaku. Tapi tiap kali aku menelpon papa mama ku masih bersikap seperti dulu, bahkan waktu aku katakan bahwa mereka sudah mempunyai cucu dari ku, mereka hanya menjawab, kalau mereka tidak merasa mampunyai keturunan dari ku..Ohh malangnya anakku. Aku amat sedih, teganya papa dan mama ku berkata spt itu. Aku masih memaklumi apabila mereka membenciku, tapi jangan pada anakku, cucu mereka, darah daging mereka sendiri. Mas Fariz hanya menyuruhku bersabar, dia percaya kelak papa dan mama akan menerima mereka. Tapi sebelum harapan mas Fariz terpenuhi, musibah mulai datang.... Suatu ketika, mas Fariz pulang kerumah lebih awal, dia Cuma merasa gak enak badan seperti orang masuk angin.Aku menyuruhnya segera istirahat dan tidur, dan memberi obat penghilang sakit. Malam harinya, tubuhnya mulai panas dan menggigil. Keesokan paginya aku mengantar dia ke dokter, waktu itu dokter hanya katakan kalau mas Fariz hanya demam biasa sehingga hanya diberi obat penurun panas, dan disuruh istirahat. Tapi malamnya tubuh nya tetap panas, dan menggigil, bahkan sampai mengigau. Aku sudah ajak mas Fariz untuk ke rumah sakit keesokan harinya. Tapi dia menolak, karena dia bilang hanya demam biasa, dan tak apapa, beberapa hari pasti sembuh. Sampai hari ke empat kondisinya makin parah, akhirnya disampai tak sadarkan diri, bahkan dari hidungnya kaluar darah. Dengan pertolongan para tetangga, suamiku segera dibawa ke RS. Hasil pemeriksaan daranhnya menunjukan trombositnya hanya tinggal 26ribu. Padahal orang normal harus diatas 150rb. Suamiku terkena demam berdarah, Dokter menyalahkan aku kenapa tidak segera dibawa ke RS lebih awal, karena serangan terberat demam berdarah adalah pada hari 5. Kalau kondisi tubuh tidak kuat, bisa amat berbahaya. Besoknya, hari ke 5, memang benar2 makin parah kondisi suamiku, napasnya makin berat, trombositnya belum beranjak naik, tubuhnya udah benar2 digerogoti penyakit itu., malam itu setengah mengigau, dia memanggil namaku, lalu aku genggam tangannya dan aku dekati telingaku ke mulutnya, aku bisa dengarkan dia mencoba mengucapkan sesuatu, dan air matanya meleleh. Dia coba ucapkan kata2 "Maafkan aku" lalu aku tenangkan dia, kalau tak ada yang perlu dimaafkan. Aku iklas lahir bathin mendampingi dia. Setelah mendengar kata2ku, dia tampak tenang, lalu dengan satu tarikan napas dia coba mengucapkan "Lailahailallah" lalu dia pergi selama2nya meninggalkan aku. Dia pergi di pelukan ku. Aku ingat suatu ketika dia pernah berucap, andai Tuhan mengijinkan, dia ingin meninggal terlebih dahulu dari aku, dan dalam pelukanku, sebab ia ingin aku menjadi orang terakhir dalam hidupnya yang dia lihat. Aku sempat memarahi dia, jangan bilang seperti itu. Tapi dia bilang serius, kalau dia gak akan sanggup kalau aku yang menginggalkan dia terlebih dahulu. Ternyata Tuhan benar2 mengabulkan permohonan dia. Orang yang aku jadikan sandaran satu2nya dalam hidup ini telah pergi selama2nya. Tak terkirakan amat sedih dan hancurnya hatiku. Andai aku tak ingat dengan si kecil Faisal, mungkin aku sudah ingin segera mengusul mas Fariz dialam sana. Mas Fariz benar2 orang yang jujur dan baik, waktu penguburan seluruh rekan2 kerja, bahkan big boss tempat bekerja hadir. Waktu aku tanyakan apakah ada hutang piutang mas Fariz yang harus aku selesaikan. Mereka katakan tidak ada sama sekali, bahkan kantornya memberikan santunan 4x gaji, ditambah uang duka dari rekan2nya. Aku juga ditawarkan bekerja di perusahaan tsb. Tapi untuk saat itu aku benar2 gak sanggup melakukan apapun. Aku merasa setengah dari nyawaku sudah hilang. Selama 3 bulan aku berduka, aku tak sanggup pergi dan melakukan apapun. Bahkan tiap tidur, aku masih membayangkan mas Fariz disampingku. Akhirnya untuk semantara waktu aku tinggal dengan ibu mertuaku, supaya Faisal ada yang mengasuh. Rumah dan motor aku jual, karena aku tak sanggup membayangkan kenangan bersama mas Fariz tiap aku melihatnya. Hampir setengah tahun tinggal dengan mertuaku, sampai akhirnya aku putuskan kembali ke kota asalku. Sebenarnya ibu mertuaku amat baik dan sayang padaku. Tapi aku tahu diri gak mungkin selamanya bergantung pada siapapun. Aku harus bisa mandiri, membesarkan anakku, satu2nya hartaku yang tersisa. Aku pulang ke kota asalku dengan sisa uang yang aku punya.Lalu aku mengontrak rumah, dan membuka toko kecil2an di depannya. Tetapi mungkin karena aku masih terus berduka dan terbayang suamiku, sehingga aku kadang kurang memikirkan usahaku ini, sampai akhirnya usahaku ini bangkrut. Tokokupun aku tutup, uangku habis untuk membayar tagihan2 para suplier barang, semantara penjualanku tak seberapa menguntungkan. Aku sebenarnya tidak pernah putus asa, apapun aku jalani asal halal. Pernah aku coba jadi pelayan restoran, tapi hanya beberapa bulan ,karena anakku tak ada yang jaga. Sampai akhirnya aku benar2 kehabisan uang, tak sanggup lagi membayar kontrakan. Dengan mambawa koper isi pakaian, aku menggendong anakku, berjalan tanpa tujuan. Aku benar2 bingung akan kemana. Pernah terlintas di benakku untuk kembali ke keluargaku. Tapi justru dengan kondisi seperti ini mereka pasti akan merasa menang. Mereka akan tertawa terbahak2 dan terus bias mengejeku seumur hidupku, bahwa aku gagal dalam memilih jalan hidup. Akhirnya ditengah rasa putus asa, aku teringat masjid tempat dulu aku pertama kali mengucapkan kalimat sahadat. Masjid itu memang bukan masjid raya dikota kami, tapi karena masjid yang tua dan bersejarah, maka banyak jemaah yang datang. Aku berpikir, dulu aku memulai jalan hidupku dari masjid itu, sehingga kalaupun jalan hidupku berakhir aku ingin di masjid itu pula. Aku datangi masid tsb. Dan aku shalat mohon petunjuk. Anakku karena kelelahan tertidur di sampingku. Aku tak punya uang untuk membeli makanan. Akhirnya aku hanya bisa menangis. Rupanya tangisku didengar oleh seorang bapak, dan beliau rupanya imam masjid tersebut, dan dia yang dulu membimbingku membaca sahadat. Aku tak lupa dengan wajahnya, tetapi dia pasti sudah tak ingat dengan wajahku, karena wajahku tak sesegar dulu lagi. Sewaktu aku perkenalkan diriku dan aku katakan bahwa aku dulu mualaf yang beliau bimbing, dia langsung ingat tapi juga kaget dengan kondisiku yang seperti ini. Akhirnya aku ceritakan semuanya pada beliau, sebab aku merasa tak ada lagi orang di dunia ini yang aku jadikan sandaran hidupku. Setelah selesai mendengar ceritaku, dia menyuruh aku agar jangan pergi kemana2, dan tetap tinggal di masjid, beliau juga menyuruh salah seorang jemaah untuk membelikan makanan untuk aku dan anakku.Sebentar kemudian dia pergi meninggalkan ku, sambil berpesan akan segera kembali menemuiku (rupanya dia pergi mencari tempat untuk aku bisa tinggali). Tak lama beliau kembali menemui ku, sambil tersenyum dia katakan, mulai malam ini aku sudah memperoleh tempat tinggal. Aku diajak ke belakang masjid, disitu ada sebuah bagunan tambahan yang terdiri dari beberapa ruangan. Biasanya ruangan itu untuk gudang menyimpan peralatan masjid, seperti tikar, kursi2, dll. Salah satu ruangnya tampak sudah kosong, dan dia menunjuk bahwa itu lah rumah ku. Aku boleh menempatinya selama mungkin aku mau. Ruang disebelahnya ditempati olah pak tua penjaga masjid, sehingga aku ada yang menemani. Ruangan tsb hanya berukuran kurang lebih 2x2m. Pak Imam masjid itu juga menambahkan, kalau nanti aku diberikan honor sekedarnya, kalau mau membantu2 membersikan masjid, sehingga cukup untuk makan. Bahkan beliau menambahkan kalau aku bisa dating kerumahnya sekedar2 membantu2 istrinya memasak, kerena memang rumah beliau hanya beberapa ratus meter dari masjid. Alhamdulilah, aku amat bersykur ternyata Allah mendengar doaku. Aku ingat, bahwa Allah tak akan menguji hambanya dengan melebihi beban yang sanggup dia pikul. Aku sudah bersykur bisa memperoleh tempat berteduh, walau hanya kamarnya kecil (jauh lebih kecil disbanding kamar mandiku, saat dirumah orang tuaku). Ada lagi yang membuatku merasa tenang, karena ku tinggal berdekatan dengan rumah Allah, tiap aku merasa sedih, aku tinggal masuk kedalam masjid, dan mengadukan langsung pada Allah. Karena tinggal dekat dgn masjid, otomatis sahalatku tak terlewatkan sekalipun. Alhamdulilah hidupku sedikit2 demi sedikit mulai tenang. Aku sering membantu istri pak Iman memasak dirumahnya, dan sebagai imbalannya, beliau selalu membekali makanan untuk aku bawa pulang. Sehingga aku tak perlu risau memikirkan makanan sehari2. Kalau pak Imam sekeluarga ada keperluan keluar kota, akulah yang dititipi untuk menjaga rumahnya, dan aku bisa tinggal dirumahnya. Sebenarnya mereka sudah menawarkan aku untuk tinggal bersama mereka. Tapi aku tahu diri tak mau terus menerus merepotkan orang lain. Pekerjaanku rutinku tiap hari adalah, membersihkan halaman masjid, membersihkan kaca2 jendela, Sedangkan pak tua mengepel lantai masjid. Tiap minggu aku mendapakan honor sekedarnya dari hasil kotak amal di masjid, tapi kadang aku tak mendapatkan sepeserpun, karena kadang sudah habis untuk keperluan masjid, tapi aku lakukan itu dengan senang hati dan iklas. Sementara ini aku benar2 ingin mengabdi pada Masjid ini, sebagai tanda terimakasih ku. Aku tak mau bersusah payah kesana kemari mencari pekerjaan, Aku percaya kelak masjid ini pula yang akan memberiku jalan memperoleh pekerjaan. Kadang malam hari aku duduk2 diteras masjid, mengobrol dengan pak tua. Dia bercerita kalau anak2nya masih ada di kampung, tapi dia juga tak mau merepotkan anak2nya. Selama masih kuat, dia tak mau merepotkan orang lain. Lalu saat giliran aku cerita, kadang aku bingung harus cerita apa..??? Apa aku ceritakan kalau dulu aku pernah naik kapal pesiar keliling eropa, atau aku pernah menginap di hotel mewah di las vegas, atau aku punya apartment mewah di Australia..Ahh pasti dia akan tertawa dan menganggap aku berhayal, sebab jangankan tinggal dihotel, sekarang ini uang yang aku punya tak lebih banyak dari 20ribu..Dulu tiap minggu aku bisa membeli peralatan make up, eye shadow, lipstick, dll jutaan rupiah. Sekarang ini make up ku hanyalah air wudhu ku tiap aku shalat. Tetapi justru banyak yang mengatakan kalau wajahku tetap bersih, cantik, alami. Kadang orang berpikir aku masih memakai make up. Yah..mungkin Allah yang memakaikan make up untuk ku. Kecantikan datang dari dalam. Inner Beauty. Banyak yang bilang, dengan mata sipit ku dibalik kerudung, aku terlihat cantik. Tak terasa aku sudah hampir 2 tahun menetap di masjid itu, anakku sudah sekolah di SD dekat masjid milik suatu yayasan dan tanpa membayar sepeserpun. Aku hanya membelikan seragam dan alat2 sekolah. Bahagianya hatiku melihat anakku sudah masuk sekolah..oh, seandainya mas Fariz masih ada dan melihat anak kita dihari pertama pergi ke sekolah.. Anaku rupanya tumbuh besar dalam keprihatinan, sehingga dia sangat tahu diri, dia tak pernah sekalipun merengek2 minta dibelikan ini itu seperti layaknya anak2 lain. Pernah hatiku amat terenyuh. Ketika dia pulang sekolah dengan kaki telanjang, sambil menenteng2 sepatunya. Sambil tertawa, tanpa mengeluh, dia malah menunjukan sepatunya kepadaku "Ma, sepatu Faisal udah minta makan". Maksudnya sepatunya udah robek depannya, seperti mulut minta makan. Melihat dia tertawa, akupun ikutan tertawa, walau hatiku rasanya ingin menangis. Andai dia tahu, dulu mamanya selalu memakai sepatu berharga jutaan rupiah, sekarang ini membelikan sepatu anaku yang murahpun aku belum sanggup. Alhasil selama 2 hari anakku kesekolah memakai sepatu yang robek itu, sampai akhirnya aku belikan sepatu bekas.yang lebih layak dipakai. Aku bersykur mempunyai anak yang amat tahu diri. Tak mau membebani ibunya. Memang anak yang shaleh akan menjadi bekal yang amat bernilai buat orang tua. Pak Imam mesjid kadang menengok kami, dan menanyakan keadaan kami. Dia sering cerita, gimana istri nabi Muhammad dulu hidupnya jauh lebih menderita, tetapi tetap tabah menghadapi cobaan dan tak goyah keimanannya. Beliau kadang bilang, kalau aku pasti akan jadi ahli surga. Berulangkali dia bilang, kalau orang lain gak akan mungkin sanggup menghadapi cobaan ini, tapi aku tetap bertahan memegang keyakinan, meninggalkan kenikmatan dunia yang justru pernah aku peroleh. Suatu siang, aku melihat ada mobil datang ke halaman masjid, dari dalam mobil itu keluar 2 orang yang aku masih kenal. Yang satu perempuan bernama tante Grace, yang satunya lagi laki2 oom Albert. Mereka berdua merupakan lawyer untuk perusahaan dan keluarga kami. Entah gimana mereka bisa mengetahui aku ada disini. Mereka mambawa sebundel amplop, dan mengajak aku berbicara. Aku bisa lihat mata tante Grace yang memerah menahan air mata sewaktu dia melihat tempat aku tinggal. Bahkan oom Albert suaranya bergetar seperti lehernya tersekat menahan sedih. Mereka katakan diutus oleh orang tua kami. Karena orang tua kami sudah tahu gimana keadaan ku sekarang. Mereka katakan didalam amplop yang mereka pegang isinya surat2 bank, ATM, Ijasahku, yang bisa aku miliki lagi. Bahkan aku dijemput untuk pulang ke rumah mama papa ku. Sejenak aku berbahagia, aku pikir orang tuaku sudah terbuka hatinya, aku bisa pergunakan uang yang cukup banyak itu untuk hidup yang lebih baik dgn anakku. Tetapi dengan suara terpatah2 om Albert melanjutkan, bahwa mama dan papa memberi syarat. Ketika aku tanyakan apa syaratnya. Mereka berdua nyaris tak sanggup melanjutkan pembicaraan. Tante Grace makin menunduk menahan tangis. Akhirnya om Albert mengatakan kalau syaratnya aku dan anakku harus kembali ke keyakinan yang dulu aku anut. Saat itu juga aku langsung menjawab, kalau aku tak akan mau menerima amplop itu, dan aku katakan agar kembalikan ke orang tuaku. Mereka amat sangat minta maaf padaku, karena mereka tahu aku tersinggung. Tapi aku juga sadar mereka hanya menjalankan tugas. Bahkan tante Grace menambahkan, andai mengikuti hati nurani pasti mereka udah serahkan itu amplop pada ku tanpa syarat apapun, tapi mereka terikat profesi mereka. Akhirnya mereka pamit meninggalkan ku. Tapi beberapa saat kemudian mereka balik kembali menemui ku, aku pikir mereka akan membujukku. Tapi rupanya mereka berinisiatif memfoto copy ijasah2 ku dan menyerahkan copynya ke aku. Mereka lakukan atas inisiatif mereka sendiri, walau dengar resiko kehilangan pekerjaan. Mereka katakana hanya itu yang bisa mereka bantu untukku. Oh terima kasih tuhan...Sedikit2 Tuhan memberikan jalan untuk ku. Akhirnya aku punya bukti kalau dulu aku pernah sekolah tinggi sampai di luar negri.

Rupanya Tuhan sudah cukup mengujiku, dan sepertinya aku mulai diberikan rewards atas ketabahanku selama ini. Tuhan mulai memberikan jalan yang terang untuk ku. Suatu pagi di halaman masjid tampak 2 orang perempuan yang sedang mengamati bangunan masjid. Satunya seorang bule entah dari negri mana, sedangkan satunya lagi perempuan lokal. Kebetulan pak tua sedang di halaman, sehingga mereka menghampirinya, masjid tsb memang unik, karena merupakan bangunan tua, dengan arsitektur melayu kuno, sehingga kadang sering dikunjungi orang, dan biasanya pa tua lah yang menjadi juru bicara, karena memang dia yang tahu sejarah masjid tsb. Akupun banyak mendapat carita dari pak tua tetang masjid tsb sehingga aku tahu banyak pula tentang sejarah masjid tsb.

Aku hanya perhatikan dari jauh, dua orang pengunjung itu ngobrol dengan pak tua, sampai akhirnya aku lihat si bule agak kebingungan. Didorong rasa ingin tahu, aku hampiri mereka. Dengan sopan aku perkenalkan diri, dan menawarkan diri untuk membantu. Ternyata si bule itu adalah mahasiswi arsitektur dari Australia yang sedang mealkukan study, sedangkan pendampingnya adalah mahasiswi arsitektur dari univ. T di kotaku yang bertugas sebagai penterjemah, panggil saja 'Retno'. Rupanya si mahasiswi lokal tsb kurang lancar bahasa Inggrisnya sehingga membuat si bule kadang kebingungan mendengar terjemahan cerita dari pak tua. Dengan sopan pula aku ajukan diri untuk membantu sibule itu. Dengan bahasa inggrisku yang sangat lancer aku ceritakan dari awal sampai akhir semua tentang masjid tsb. Aku ajak pula berkeliling ke tiap sudut masjid. Si bule tambah takjub ketika aku katakan pernah study di negrinya. Retno terus memandangiku setengah tidak percaya tentang diriku. Setelah puas mendapatkan informasi, sebelum pulang Retno berjanji akan menemui ku kembali segera, ada yang ingin dia tanyakan lebih banyak ttg diriku katanya. Aku dengan senang hati akan menerima kedatangannya kapan saja. Beberapa hari kemudian Retno memang benar2 kembali datang menemuiku, kali ini dia sama sekali tidak membicarakan perihal arsitektur masjid. Tapi tentang diriku. Dia amat ingin tahu tentang diriku, akhirnya aku ceritakan dari awal sampai saat ini perjalanan hidupku ini. Dia amat bersimpati dan berkeinginan menolong ku. Walau aku tidak mengaharapkan pertolong orang lain, tapi aku hargai niatnya membantuku.Dia bilang dengan pendidikan ku dan kemahiranku berbahasa asing, pasti aku akan dapatkan pekerjaan, apalagi aku sekarang sudah mempunyai bukti fotocopy ijasah ku. Kira2 seminggu kemudian dia kembali datang kepadaku, dan menyuruhku membuat surat lamaran, bahkan dia sendiri yang membawa kertasnya dan amplopnya. Dia katakana di rektorat univ memerlukan beberapa tenaga honorer. Aku terharu ada orang lain yang peduli mau membatuku tanpa pamrih, aku ucapkan banyak terimakasih padanya. Bagiku dia seperti diutus Tuhan untuk menolongku. Tak lama kemudian aku mendapat kabar gambira, aku dipanggil menghadap ke rektorat universitasnya untuk test dan wawancara. Sebelum berangkat aku shalat memohon kapada Allah agar diberikan kelancaran. Anakku aku titipkan pak tua, yang memang sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri. Alhamdulilah semua test aku lalui dengan lancar, bahkan sewaktu wawancara bahasa Inggris, justru akulah yang lebih menguasai ketimbang yang mewawancaraiku. Dia sampai menyerah, dan mengatakan bhs inggrisku udah perfect melebihi kemampuan dia. Tak sampai seminggu kemudian, Retno mendatangiku lagi, kali ini dia tampak gembira sekali, dia katakan dalam beberapa hari aku akan mendapat surat dari rektorat, yang isinya penerimaan aku sebagai karyawan. Dia bisa lebih dulu tahu karena ada temannya yang bekerja disana. Langsung aku menuju masjid dan bersujud sukur lama sekali. Aku merasa telah lulus segala test yang diujikan Allah tehadapku. Memang kadangkala aku sering bertanya pada Allah, apakah karena aku mualaf sehingga Allah kurang percaya dengan keimananku, sehingga perlu mengujinya dengan ujian yang amat berat. Walau sebagai karyawan honorer tapi aku sudah bersukur, yang penting aku sudah memperoleh penghasilan yang layak. Kerjaanku membantu bagian keuangan di rektorat, memang sesuai dengan ilmuku, tetapi mulai banyak orang yang tahu kalau aku lulusan dari luar negri. Setiap ada seminar dan memerlukan makalah dalam bahasa Inggris pasti aku yang diberikan tugas tambahan untuk menyusunnya. Akupun banyak membantu menterjemahkan litelatur2 asing untuk dipergunakan para mahasiswa.Nyaris sejak 3 tahun terakhir, aku tidak pernah membeli baju baru. Dengan gajiku sekarang aku sudah bisa membeli lagi. Aku amat sangat senang bukan main, bisa membelikan pakaian yang bagus2 untuk anakku. Bahagia rasanya melihat anakku bisa aku berikan pakain yang layak. Pakaian sekolahnya yang sudah menguning, sekarang sudah aku belikan yang baru putih bersih, dan juga sepatu baru. Sepatunya yang dulu robek, masih aku simpan sebagai kenangan. Beberapa bulan kemudian aku sudah mampu mengontrak rumah sendiri, sebelum aku meninggalkan masjid tsb tak lupa aku berpamitan kerumah pak Imam, aku ucapkan banyak terimakasih atas pertolongannya, beliau katakan yang menolong bukan dia tetapi Allah SWT yang menolongku. Aku peluk dia lama sekali, dan aku katakan dahulu aku mengucapkan sahadat didepan dia, dan aku tak akan pernah mengingkarinya seumur hidupku, apapun yang terjadi. Sebelum pergi, aku sempat memandangi kamarku untuk terakhir kali, sempat beberapa menit aku tertegun, membayangkan, mungkin kelak ruangan ini akan dipakai oleh orang2 yang senasip seperti aku.....Aku berharap Semoga Allah memberi kekuatan....

Setelah aku melewati segala cobaan, Tuhan tampaknya terus menerus memberikan semacam rewards kepadaku, belum genap setahun aku bekerja, pihak rektorat meberikan kabar, kalau statusku akan di tingkatkan menjadi karyawan tetap, bahkan beberapa dosen senior sudah menawariku untuk membantu mengajar. Memang rekan2 kerjaku mengatakan, kalau karirku bakal amat bagus, karena orang dengan kemampuan sepertiku amat dibutuhkan. Mereka bilang, kesuksesanku hanya menunggu waktu saja. Aku hanya bisa mengucap puji syukur Alhamdulilah. Andai dulu aku sering berdoa dengan linangan air mata kesedihan, sekarangpun aku masih sering menangis ketika berdoa, tapi kali ini aku menangis bahagia. Sampai saat ini aku masih sendirian, aku bertekad membesarkan anaku sebaik2nya, bagiku aku masih merasa istri dari mas Fariz. Masih sulit rasanya menggantikan dia dihatiku. Seperti yang aku pernah katakan, dia bukan hanya suami, tetapi soulmate ku, dan tak tergantikan. Tetapi entah kalau Allah mempunyai rencana lain untukku. Tiap memandang anakku, aku seperti melihat mas Fariz. Seperti dia masih mendampingiku. Alhamdulilah dengan penghasilanku sekarang ini aku kini bahkan sudah mampu membeli sepeda motor untuk keperluan transportasiku. Kadang diakhir pekan aku berboncengan dengan anakku jalan2 rekreasi. Kadangkala aku sengaja lewat depan rumah orang tuaku, sambil aku katakan bahwa itulah rumah opa dan oma. Sering anakku bertanya, "Ma kapan kita pergi main kerumah oma-opa? " Aku tak bisa menjawab, karena menahan air mata... Walaupun begitu aku terus berdoa, semoga suatu saat kelak, kedua orangtuaku dibukakan pintu hatinya, kalaupun tidak mau menerima aku lagi, mohon terima anakku, cucunya, darah daging mereka sendiri.

Wassalam,

Mawar.

Di ceritakan kembali oleh Retno (2508) Di Kota P 

KITAB ARKAN BAB 1 : RUKUN SHOLAT اَرْكَانُ الصَّلَاةِ سَبْعَةَعَشَرَ Top of Form JAWA                    :     ...